“Cinta tanpa maaf hanya akan menyisakan luka”
“Jika engkau berani mengatakan cinta, bersiaplah untuk merayu hatimu. Jangan biarkan hatimu mengkerut karena cemburu”
“Mata tidak bisa menilai kebenaran nurani, hanya hati yang penuh dengan cinta bisa merasakannya. Maka ketika hatimu penuh dengan rasa curiga matamu akan menilai semua yang salah seakan – akan benar”
“Cinta sejati hanya ada pada hati yang rela berkorban untuk kebahagiaan orang yang dia cintai, Walau dia harus tersakiti karenanya”
“Tak ada cinta tanpa cemburu, tak ada cemburu karena cinta. Cemburu lahir dari ketakutan dihianati, ketakutan miliknya diambil orang, bukankah cinta tak mesti memiliki?, mengapa harus cemburu?”
Senin, 27 Desember 2010
Rabu, 22 Desember 2010
Selasa, 21 Desember 2010
poto nu ganteng
![]() |
ini poto- poto kenagan waktu di
SMK ....!!banyak kenangan yg tdk bisa telupakan waktu di SMK..tapi itu semua tingal kenangan untuk di bawa di masa tua nanti...!!!
kuharap suatu saat nanti kita semua bisa berkumpul lagi menceritalkan masa lalu kita waktu di SMK.....!!
![]() |
![]() |
Sahabat Sejati
Sahabat Sejatiku
Hilangkah Dari Ingatanmu
Di Hari Kita Saling Berbagi
Dengan Kotak Sejuta Mimpi
Aku Datang Menghampirimu
Kuperlihat Semua Hartaku
Kita S'lalu Berpendapat
Kita Ini Yang Terhebat
Kesombongan Di Masa Muda Yang Indah
Aku Raja Kaupun Raja
Aku Hitam Kaupun Hitam
Arti Teman Lebih Dari Sekedar Materi
Pegang Pundakku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Mulai Lelah?
Lelah Dan Tak Bersinar
Remas Sayapku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Ingin Terbang?
Terbang Meninggalkanmu
Ku S'lalu Membanggakanmu
Kaupun S'lalu Menyanjungku
Aku Dan Kamu Darah Abadi
Demi Bermain Bersama
Kita Duakan Segalanya
Merdeka Kita, Kita Merdeka
Pegang Pundakku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Mulai Lelah?
Lelah Dan Tak Bersinar
Remas Sayapku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Ingin Terbang?
Terbang Meninggalkanmu
Tak Pernah Kita Pikirkan
Ujung Perjalanan Ini
Tak Usah Kita Pikirkan
Ujung perjalanan ini
Dan tak usah kita pikirkan
Ujung perjalanan ini
Hilangkah Dari Ingatanmu
Di Hari Kita Saling Berbagi
Dengan Kotak Sejuta Mimpi
Aku Datang Menghampirimu
Kuperlihat Semua Hartaku
Kita S'lalu Berpendapat
Kita Ini Yang Terhebat
Kesombongan Di Masa Muda Yang Indah
Aku Raja Kaupun Raja
Aku Hitam Kaupun Hitam
Arti Teman Lebih Dari Sekedar Materi
Pegang Pundakku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Mulai Lelah?
Lelah Dan Tak Bersinar
Remas Sayapku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Ingin Terbang?
Terbang Meninggalkanmu
Ku S'lalu Membanggakanmu
Kaupun S'lalu Menyanjungku
Aku Dan Kamu Darah Abadi
Demi Bermain Bersama
Kita Duakan Segalanya
Merdeka Kita, Kita Merdeka
Pegang Pundakku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Mulai Lelah?
Lelah Dan Tak Bersinar
Remas Sayapku, Jangan Pernah Lepaskan
Bila Ku Ingin Terbang?
Terbang Meninggalkanmu
Tak Pernah Kita Pikirkan
Ujung Perjalanan Ini
Tak Usah Kita Pikirkan
Ujung perjalanan ini
Dan tak usah kita pikirkan
Ujung perjalanan ini
Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu
Peluk tubuhku usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
Reff:
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti...
Ke: Reff
Mungkin diriku masih ingin bersama kalian
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian
Kita berbincang tentang memori di masa itu
Peluk tubuhku usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
Reff:
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti...
Ke: Reff
Mungkin diriku masih ingin bersama kalian
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian
Kata-kata Perpisahan
Bertemu dan berpisah sudah menjadi suratan manusia, entah itu berpisah karena kurang cocoknya, atau berpisah karena memang sudah takdirnya. perih dan sakit kan merasuk kejiwa namun ketika hati kan bijak menerima segala kenyataan yang ada pasti semua kan baik-baik saja.
Tetaplah yakin bahwa apa yang terjadi itulah yang terbaik, jadi jangan pernah larut dalam sedih kalau berpisah karena Allah akan memberikan yang terbaik untukmu. apa yang baik menurut anda belum tentu baik di mata Allah begito pula sebaliknya.
Berikut ini beberapa untaian
"Senandung hati ku tak pernah mengatakan ‘sayang’ untukmu. Itu karena aku begitu sulit untuk memahami dirimu. Bila kau tau disini aku selalu mengharap kau mengerti aku"
"Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan – seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran "*Kahlil Gibran*
"Seseorang tidak melakukan hal yang benar di satu bagian kehidupannya sementara dia sibuk melakukan hal yang salah di bagian lain mana pun dari kehidupannya. Hidup adalah sebuah kesatuan yang tak terbagi-bagi" *Mahatma Gandhi*
"Bukannya hati ini tak sakit dan bukannya hati ini tak hancur, bukan pula hati ini tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi"
" Cinta itu seperti crayon, warnailah hidup mu dengan sesukamu dengan cinta, hitam putih pun adalah warna cinta yang indah yang klasik namun abadi"
"Sejuta harapan akan terucap saat malam gelap bertabur bintang. Sejuta cinta akan tercurah saat hati gelap bertabur sayang"
"Perasaan memang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, perasaan hanya bisa diungkapkan dari hati ke hati"
"Air mata membersihkan hati dari penyakit untuk membenci dan mengajari manusia untuk berbagi penderitaan dengan mereka yang patah hati" *Odith*
"Mereka yang tidak dapat mengingat masa lampau ditakdirkan untuk mengulanginya" *George Santayana*
"Manusia tidak dapat menuai cinta sampai dia merasakan perpisahan yang menyedihkan dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan"
Nah, itulah diatas beberapa apabila ada yang mau menambahkan kata-kata perpisahan ini silahkan, dengan mengisi kotak komentar di bawah ini, baik itu kata-kata perpisahan untuk kekasih ataupun kata-kata perpisahan untuk sahabat.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
ini adalah poto waktu perpisahan
banyak kisah waktu perpisahan sedih,gembira,di situ ada..!!
tapi...!! di sinilah kita bertemu dan di sinilah kita berpisah
inilah yang membuat kita sedih berpisah sama guru2 tercinta dan teman- teman tercinta....!!
akhrinya semua seudah berakhir...!!
selamat tinggal sekolah ku yang tercinta...!!
selamat tinggal guru2 tercinta....!!
selamat tinggal teman2 tercinta....!!!
ku harap ini semu menjadi kenangan untuk di bawa di masa tua nanti....!!!!
![]() |
![]() |
![]() |
Akhirnya samapi di sini saya menuliskan sedikit cerita yang pernah
terjadi di kehidupan ku.....!!!
Selamat Jalan Semuahnya Semoga Kita Di Pertemukan Kembali......!!!!
Kamis, 16 Desember 2010
CARA HACK FACEBOOK : 100 %
work Cara Hack Facebook. Teman-teman yang lagi pengen belajar ngeHack Facebook bisa mencoba trik ini, sebenarnya trik ini menggunakan bantuan software, jadi tidak perlu terlalu repot, cuma tinggal click sini click sana beres deh. Penasaran? . . .

Cara hack Facebook dengan software? Gak jaman lagi!
Sekarang jamannya cara hack dengan teknik psikologis. Terbukti manjur lho. Ini langkah-langkahnya :
(Ini untuk FB cewek saja manjurnya, maksudnya untuk tahu pass FB cewek)
Intinya di sini adalah kepercayaan, bila anda berhasil mendapatkan kepercayaan korban, niscaya tidak hanya password yang anda dapatkan. :) Selamat mencoba dan semoga sukses. Teknik hacking digunakan untuk pembelajaran, jangan digunakan untuk berbuat iseng dan nakal.
Burukutuk trik blog dan SEO share Trik Facebook hack ini semata-mata diajarkan untuk membagi ilmu aja, jangan digunakan untuk yang enggak-enggak. Woke?
Cara Hack Facebook dengan software

Cara hack Facebook dengan software? Gak jaman lagi!
Sekarang jamannya cara hack dengan teknik psikologis. Terbukti manjur lho. Ini langkah-langkahnya :
(Ini untuk FB cewek saja manjurnya, maksudnya untuk tahu pass FB cewek)
- Gunakan pendekatan yang baik
- Pasang foto yang ganteng
- Jadikan pacar
- Minta password FB nya
Intinya di sini adalah kepercayaan, bila anda berhasil mendapatkan kepercayaan korban, niscaya tidak hanya password yang anda dapatkan. :) Selamat mencoba dan semoga sukses. Teknik hacking digunakan untuk pembelajaran, jangan digunakan untuk berbuat iseng dan nakal.
Beberapa Cara Belajar Cepat Melalui Internet
Saat ini dunia pendidikan sangat dimudahkan dengan adanya fasilitas yang dinamakan internet. Dengan internet kita bisa menjelajahi dunia ini untuk mencari berbagai macam informasi yang kita butuhkan untuk menunjang aktivitas pendidikan kita baik itu di sekolah atau di kampus. Banyak situs di internet yang memberikan informasi secara cuma-cuma mulai bidang kedokteran, biologi, komputer, kimia, fisika, elektro dan semua ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Situs-situs yang tersebar di internet itu bagaikan suatu hutan belantara informasi yang sangat menantang untuk dijelajahi.
Para siswa atau mahasiswa (bahkan para pengajar atau dosen) sudah seharusnya memanfaatkan internet ini sebagai media untuk mencari informasi untuk mendukung proses belajar atau mengajarnya. Belajar dari internet sungguh saat menyenangkan, sebagai contoh anak-anak bisa belajar kimia dari situs www.chem4kids.com dengan penjelasan yang sangat mudah dan menarik. Itu hanya sebuah contoh kecil yang membuat penulis terkagum-kagum dengan efek dari internet. Seandainya saja internet sudah seperti ini pada saat penulis masih SMA mungkin kita tidak akan kesulitan untuk mencari jawaban soal-soal matematika atau fisika di internet.
Melalui tulisan kali ini penulis ingin berbagi pengalaman mengenai cara-cara cepat untuk belajar sesuatu bidang atau ilmu pengetahuan yang sifatnya baru dari internet. Misal sebagai contoh Anda hendak mempelajari mengenai database SQL Server. Sebenarnya Anda bisa saja cari berbagai macam artikel mengenai SQL Server atau men-download electronic book (e-book) mengenai SQL Server. Tapi apa Anda sempat untuk membaca semuanya? Ada beberapa cara agar kita bisa belajar dengan cepat untuk mempelajari suatu ilmu baru di internet. Simak saja beberapa pengalaman berikut ini.
Belajar dari FAQ (Frequently Asked Questions)
Melalui suatu FAQ kita bisa belajar dengan cepat karena dalam FAQ terdapat sari pati dasar dari suatu ilmu. Seperti pada contoh di atas, untuk belajar SQL Server maka kita bisa cari di internet dengan kata kunci SQL Server FAQ dan lihat hasilnya. Klik salah satu URL hasil pencarian yang kira-kira paling relevan dan belajarlah dari FAQ tersebut. Pertanyaan dan jawaban yang ada pada FAQ biasanya mulai dari yang paling dasar sampai agak sulit. Adalah sangat menarik membaca FAQ ini karena sifatnya sudah terstruktur dan mudah untuk dimengerti. Berikut ini adalah gambar contoh dari suatu FAQ.
Belajar dari Google Answer
Saat ini Google mempunyai suatu fasilitas menarik yang bernama Google Answer dengan alamat di http://answer.google.com/. Anda bisa mencari berbagai macam jawaban untuk masalah yang ingin Anda pelajari. Yang membuat menarik adalah kita bisa membaca pertanyaan orang lain plus beserta jawaban yang benar dan akurat oleh pakar-pakarnya. Berikut ini adalah contoh gambar dari Google Answer.
Belajar dari Experts Exchange
Experts Exchange yang beralamat di www.experts-exchange.com merupakan salah satu situs terbesar yang menawarkan jasa solusi atas permasalahan di bidang IT yang Anda hadapi. Pada situs ini terdapat berbagai macam problem dan solusinya yang bisa Anda cari baik melalui fasilitas search-nya maupun berdasarkan kategori yang tersedia disana. Setiap pertanyaan akan dijawab oleh ahlinya dan hasilnya bisa kita lihat di situs mereka. Melalui ini Anda bisa belajar dengan lebih cepat berdasarkan dari pertanyaan orang lain. Berikut ini adalah contoh gambar dari Experts Exchange.
Belajar dari dokumen Power Point
Kenapa belajar dari dokumen Power Point? Maksudnya adalah karena dokumen Power Point itu biasanya berisi pokok-pokok pikiran mengenai suatu ilmu atau suatu topik tertentu mulai dari dasar sampai pengembangannya. Sebagai contoh Anda bisa mencari dokumen Power Point mengenai SQL Server. Caranya mudah, Anda tinggal buka Google dan ketik SQL Server filetype:ppt. Setelah itu akan muncul banyak sekali dokumen yang khusus membicarakan mengenai SQL Server. Anda bisa download dokumen tersebut dan silakan dibuka. Penulis jamin akan sangat menyenangkan sekali belajar dari presentasi yang dibuat oleh orang lain. Berikut ini adalah contoh dari hasil pencarian dokumen Power Point pada Google.
Belajar dari Orkut (social networking)
Orkut adalah salah satu bentuk social networking yang dibuat oleh Google. Alamatnya ada di www.orkut.com. Bentuknya mirip seperti Friendster (www.friendster.com) yang mungkin lebih Anda kenal. Keistimewaan dari Orkut ini adalah adanya komunitas yang lebih serius mengenai sesuatu hal. Orang-orang yang tergabung di Orkut bisa membuat suatu komunitas tertentu, misalnya saja komunitas mengenai SQL Server. Anda bisa mendaftarkan diri pada komunitas SQL Server pada Orkut ini. Pada komunitas ini Anda bisa belajar dari pertanyaan dan jawaban dari para anggota komunitas. Dari pengalaman penulis banyak sekali pertanyaan dan jawaban yang sangat berkualitas pada komunitas-komunitas yang ada pada Orkut ini. Tentu saja sebelumnya Anda harus menjadi anggota dari Orkut terlebih dahulu. Keanggotaan Orkut ini sedikit lebih unik karena kita tidak bisa mendaftarkan diri melalui web tetapi sistem keanggotaannya harus melalui prosedur undangan (invitation) dari pengguna yang sudah tergabung di dalam Orkut. Berikut ini adalah contoh dari komunitas di dalam Orkut.
Para siswa atau mahasiswa (bahkan para pengajar atau dosen) sudah seharusnya memanfaatkan internet ini sebagai media untuk mencari informasi untuk mendukung proses belajar atau mengajarnya. Belajar dari internet sungguh saat menyenangkan, sebagai contoh anak-anak bisa belajar kimia dari situs www.chem4kids.com dengan penjelasan yang sangat mudah dan menarik. Itu hanya sebuah contoh kecil yang membuat penulis terkagum-kagum dengan efek dari internet. Seandainya saja internet sudah seperti ini pada saat penulis masih SMA mungkin kita tidak akan kesulitan untuk mencari jawaban soal-soal matematika atau fisika di internet.
Melalui tulisan kali ini penulis ingin berbagi pengalaman mengenai cara-cara cepat untuk belajar sesuatu bidang atau ilmu pengetahuan yang sifatnya baru dari internet. Misal sebagai contoh Anda hendak mempelajari mengenai database SQL Server. Sebenarnya Anda bisa saja cari berbagai macam artikel mengenai SQL Server atau men-download electronic book (e-book) mengenai SQL Server. Tapi apa Anda sempat untuk membaca semuanya? Ada beberapa cara agar kita bisa belajar dengan cepat untuk mempelajari suatu ilmu baru di internet. Simak saja beberapa pengalaman berikut ini.
Belajar dari FAQ (Frequently Asked Questions)
Melalui suatu FAQ kita bisa belajar dengan cepat karena dalam FAQ terdapat sari pati dasar dari suatu ilmu. Seperti pada contoh di atas, untuk belajar SQL Server maka kita bisa cari di internet dengan kata kunci SQL Server FAQ dan lihat hasilnya. Klik salah satu URL hasil pencarian yang kira-kira paling relevan dan belajarlah dari FAQ tersebut. Pertanyaan dan jawaban yang ada pada FAQ biasanya mulai dari yang paling dasar sampai agak sulit. Adalah sangat menarik membaca FAQ ini karena sifatnya sudah terstruktur dan mudah untuk dimengerti. Berikut ini adalah gambar contoh dari suatu FAQ.
Belajar dari Google Answer
Saat ini Google mempunyai suatu fasilitas menarik yang bernama Google Answer dengan alamat di http://answer.google.com/. Anda bisa mencari berbagai macam jawaban untuk masalah yang ingin Anda pelajari. Yang membuat menarik adalah kita bisa membaca pertanyaan orang lain plus beserta jawaban yang benar dan akurat oleh pakar-pakarnya. Berikut ini adalah contoh gambar dari Google Answer.
Belajar dari Experts Exchange
Experts Exchange yang beralamat di www.experts-exchange.com merupakan salah satu situs terbesar yang menawarkan jasa solusi atas permasalahan di bidang IT yang Anda hadapi. Pada situs ini terdapat berbagai macam problem dan solusinya yang bisa Anda cari baik melalui fasilitas search-nya maupun berdasarkan kategori yang tersedia disana. Setiap pertanyaan akan dijawab oleh ahlinya dan hasilnya bisa kita lihat di situs mereka. Melalui ini Anda bisa belajar dengan lebih cepat berdasarkan dari pertanyaan orang lain. Berikut ini adalah contoh gambar dari Experts Exchange.
Belajar dari dokumen Power Point
Kenapa belajar dari dokumen Power Point? Maksudnya adalah karena dokumen Power Point itu biasanya berisi pokok-pokok pikiran mengenai suatu ilmu atau suatu topik tertentu mulai dari dasar sampai pengembangannya. Sebagai contoh Anda bisa mencari dokumen Power Point mengenai SQL Server. Caranya mudah, Anda tinggal buka Google dan ketik SQL Server filetype:ppt. Setelah itu akan muncul banyak sekali dokumen yang khusus membicarakan mengenai SQL Server. Anda bisa download dokumen tersebut dan silakan dibuka. Penulis jamin akan sangat menyenangkan sekali belajar dari presentasi yang dibuat oleh orang lain. Berikut ini adalah contoh dari hasil pencarian dokumen Power Point pada Google.
Belajar dari Orkut (social networking)
Orkut adalah salah satu bentuk social networking yang dibuat oleh Google. Alamatnya ada di www.orkut.com. Bentuknya mirip seperti Friendster (www.friendster.com) yang mungkin lebih Anda kenal. Keistimewaan dari Orkut ini adalah adanya komunitas yang lebih serius mengenai sesuatu hal. Orang-orang yang tergabung di Orkut bisa membuat suatu komunitas tertentu, misalnya saja komunitas mengenai SQL Server. Anda bisa mendaftarkan diri pada komunitas SQL Server pada Orkut ini. Pada komunitas ini Anda bisa belajar dari pertanyaan dan jawaban dari para anggota komunitas. Dari pengalaman penulis banyak sekali pertanyaan dan jawaban yang sangat berkualitas pada komunitas-komunitas yang ada pada Orkut ini. Tentu saja sebelumnya Anda harus menjadi anggota dari Orkut terlebih dahulu. Keanggotaan Orkut ini sedikit lebih unik karena kita tidak bisa mendaftarkan diri melalui web tetapi sistem keanggotaannya harus melalui prosedur undangan (invitation) dari pengguna yang sudah tergabung di dalam Orkut. Berikut ini adalah contoh dari komunitas di dalam Orkut.
komputer Alat yang Cangih
setelah baca buku komputer dari internet menarik unutk di melajari karena di jaman sekrang kalo kita tidak bisa main komputer maka kita akan ketingalan jaman dan akan keingjek ama orang - orang,..saya berfikir emang betul ...jaman skrang mah jangan di mau di bodo bodo ih sama orang - orang di karenakan kita ketingalan jaman tidak bisa bermain komputer. gak akan sukses kalo kita ke tingalan jaman,makanya sekarang kita harus berlajar komputet denga bener..
Mula-mula program belajar dengan komputer (courseware) tampil dalam bentuk latihan soal, tutorial, dan simulasi hukum-hukum alam. Dengan makin berkembangnya kemampuan komputer (misalnya dalam menampilkan gambar), perangkat lunak latihan soal dirasakan tidak memanfaatkan kemampuan sesungguhnya yang ada pada komputer. Keadaan bertambah runcing dengan perkembangan pengetahuan di bidang kognitif, seperti munculnya teori-teori tentang human information processing. Akibatnya para ahli dibidang komputer dan kognitif melihat bahwa komputer untuk pendidikan dapat berfungsi lebih dari sekedar alat mempresentasikan materi pelajaran. Komputer harus dapat meningkatkan cara berfikir seseorang. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan bantuan bidang AI (artificial intelligence).
"peningkatan cara berfikir" ini dirasakan penting karena perkembangan teknologi yang sangat pesat mengharuskan seseorang untuk mempunyai ketrampilan belajar (cara berfikir) yang tinggi. Dengan kata lain, proses belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan bukan proses menhafal pengetahuan. Jadi kita dapat menggunakan pengetahuan yang telah kita miliki untuk membangun pengetahuan yang baru.
Dibandingkan dengan media pendidikan yang lain, seperti overhead, tv, dan film, komputer itu lebih memungkinkan utk membuat sang murid menjadi "aktif" bermain-main dengan informasi. Perangkat lunak dapat dibuat agar interaktif. Hal ini sukar dicapai oleh media lainnya. Hal lain yang menarik, perangkat lunak untuk pendidikan dapat di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing murid. Hal ini memungkinkan murid-murid untuk berkembang sesuai dengan keadaan dan latar belakang kemampuan yang dimiliki. Murid yang memang mampu belajar dengan kecepatan tinggi tidak perlu menunggu rekan lainnya yang memerlukan waktu lebih dalam memahami materi pelajaran.
Mula-mula program belajar dengan komputer (courseware) tampil dalam bentuk latihan soal, tutorial, dan simulasi hukum-hukum alam. Dengan makin berkembangnya kemampuan komputer (misalnya dalam menampilkan gambar), perangkat lunak latihan soal dirasakan tidak memanfaatkan kemampuan sesungguhnya yang ada pada komputer. Keadaan bertambah runcing dengan perkembangan pengetahuan di bidang kognitif, seperti munculnya teori-teori tentang human information processing. Akibatnya para ahli dibidang komputer dan kognitif melihat bahwa komputer untuk pendidikan dapat berfungsi lebih dari sekedar alat mempresentasikan materi pelajaran. Komputer harus dapat meningkatkan cara berfikir seseorang. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan bantuan bidang AI (artificial intelligence).
"peningkatan cara berfikir" ini dirasakan penting karena perkembangan teknologi yang sangat pesat mengharuskan seseorang untuk mempunyai ketrampilan belajar (cara berfikir) yang tinggi. Dengan kata lain, proses belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan bukan proses menhafal pengetahuan. Jadi kita dapat menggunakan pengetahuan yang telah kita miliki untuk membangun pengetahuan yang baru.
Dibandingkan dengan media pendidikan yang lain, seperti overhead, tv, dan film, komputer itu lebih memungkinkan utk membuat sang murid menjadi "aktif" bermain-main dengan informasi. Perangkat lunak dapat dibuat agar interaktif. Hal ini sukar dicapai oleh media lainnya. Hal lain yang menarik, perangkat lunak untuk pendidikan dapat di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing murid. Hal ini memungkinkan murid-murid untuk berkembang sesuai dengan keadaan dan latar belakang kemampuan yang dimiliki. Murid yang memang mampu belajar dengan kecepatan tinggi tidak perlu menunggu rekan lainnya yang memerlukan waktu lebih dalam memahami materi pelajaran.
Kamis, 02 Desember 2010
Orang – orang Yang Menggenggam Bara Api
Thoifah Manshuroh mereka adalah orang-orang yang mencintai Alloh dan dicintai oleh-Nya. Oleh sebab itulah mereka dalam keadaan tetap jiwanya dalam memberantas Ahlul Bida’ dan Ahlul Ahwa’, menyumbat dengan adzab yang pedih kepada thaghut-thaghut yang mengganti nikmat Alloh dengan kekufuran dan menghalalkan masyarakatnya dengan neraka jahannam.
Ketahuilah saudara-saudara seiman, sesungguhnya sifat tetap istiqomah dalam memelihara Islam dan terus menerus diatas manhaj Al Haq adalah kenikmatan yang sangat besar. Dia adalah wali Allah dan hamba pilihan-Nya yang senantiasa mendapatkan kecintaan dari-Nya. Dengan sifat itulah hamba-hamba Allah akan teruji. Allah ta’ala berfirman, berbicara kepada hambanya Muhammad ‘alaihisshalaatu wasallam (yang artinya):
“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, kemudian kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami.”(Q.S. Al Isra’ :74-75)
Allah telah memerintahkan kepada malaikat untuk menetapkan ahlul iman (orang-orang yang beriman) dengan firman-Nya (yang artinya):
“(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman”.
(Q.S Al Anfaal :12)
Allah telah mensyariatkan prinsip-prinsip, barangsiapa yang berjalan di atasnya Dia akan memberikan terus menerus sifat keteguhan/keistiqomahan dan nikmat terus menerus untuk mencintai sifat keteguhan/keistiqomahan tersebut. dan nikmat terus menerus untuk mencintai sifat keteguhan/keistiqomahan tersebut.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Menolong agama Allah.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan-kedudukan kalian.
(Q.S. Muhammad : 7)
2.Dengan perkataan yang kokoh dan benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, (Q.S. Ibrahim: 27)
3.Infaq di jalan Allah.
Allah yang Maha Tinggi dan Terpuji berfirman (yang artinya):
“Dan perumpamaan orang-orang yang menginfaqkan hartanya karena mencari keridloan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat, Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat.” (Q.S. Al Baqarah : 265)
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat, Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Q.S. Al Baqarah : 265)”
4.Berdoa.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (Q.S. Al Baqarah : 250)
(Dan firman Allah ta’ala yang artinya ) : “Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama- sama mereka sejumlah besar pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada) musuh. Alloh menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: “Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(Q.S.Ali Imran :146-148)
5.Menjalankan perkara-perkara yang diperintahkan-Nya dan menjauhi perkara yang dilarang.
Setiap hamba yang benar perkataannya dan baik (hasan) amalnya maka dia adalah hamba yang paling tetap keteguhan dan keistiqomahannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari dari kampungmu:, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan iman mereka, dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang- orang yang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, bersiap-siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!”
(Q.S. An Nisaa’: 66-71)
6.Tadabbur Al Quranul Kariim.
Ketahuilah wahai hamba muslim, sesungguhnya hukum ketetapan dan asal tentang sifat keteguhan dan keistiqomahan bersumber dari kitabullah dan sunnah Rosul-Nya ‘alaihisshalaatu wasallam.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan haq, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.(Q.S.An Nahl :102)
7.Menjadikan orang-orang yang sholeh sebagai qudwah.
Allah ta’ala berfirman(yang artinya) :
Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Alloh untuk (mengadzab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Alloh. Siksaan itu dilipat gandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya).” (Q.S. Huud : 20)
Ini semua adalah sifat yang telah diwahyukan dan ditanamkan oleh Rabbul’alamin diatas kesempurnaan janji ma’iyyah dan pengawasan dari-Nya yang menunjukan bahwa Thoifah Al Manshuroh, mereka tidak bisa diatur kedudukannya dan dicabut atau dirubah akar pangkalnya oleh musuh-musuh Allah meskipun dalam keadaan musuh-musuh Allah itu bersatu. Ath Thoifah Al Manshuroh mereka adalah orang-orang yang dipermisalkan oleh Allah dalam ayat Al Quran (artinya ):
“Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Alloh membuat permisalan-permisalan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim: 24-25)
Thoifah Manshuroh mereka adalah orang-orang yang mencintai Alloh dan dicintai oleh-Nya. Oleh sebab itulah mereka dalam keadaan tetap jiwanya dalam memberantas Ahlul Bida’ dan Ahlul Ahwa’, menyumbat dengan adzab yang pedih kepada thaghut-thaghut yang mengganti nikmat Alloh dengan kekufuran dan menghalalkan masyarakatnya dengan neraka jahannam. Karena sesungguhnya Thoifah Al Manshuroh mereka menyandarkan dirinya diatas Manhaj (jalan/prinsip) Alloh yang kekal.
Mereka dalam keadaan tetap dhahir dimuka bumi meskipun orang-orang musyrik membenci dan tidak menghendakinya.
Allah berfirman (yang artinya):
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir benci.” (Q.S. Ash Shaff: 8).
Ketahuilah saudara-saudara seiman, sesungguhnya sifat tetap istiqomah dalam memelihara Islam dan terus menerus diatas manhaj Al Haq adalah kenikmatan yang sangat besar. Dia adalah wali Allah dan hamba pilihan-Nya yang senantiasa mendapatkan kecintaan dari-Nya. Dengan sifat itulah hamba-hamba Allah akan teruji. Allah ta’ala berfirman, berbicara kepada hambanya Muhammad ‘alaihisshalaatu wasallam (yang artinya):
“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, kemudian kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami.”(Q.S. Al Isra’ :74-75)
Allah telah memerintahkan kepada malaikat untuk menetapkan ahlul iman (orang-orang yang beriman) dengan firman-Nya (yang artinya):
“(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman”.
(Q.S Al Anfaal :12)
Allah telah mensyariatkan prinsip-prinsip, barangsiapa yang berjalan di atasnya Dia akan memberikan terus menerus sifat keteguhan/keistiqomahan dan nikmat terus menerus untuk mencintai sifat keteguhan/keistiqomahan tersebut. dan nikmat terus menerus untuk mencintai sifat keteguhan/keistiqomahan tersebut.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Menolong agama Allah.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan-kedudukan kalian.
(Q.S. Muhammad : 7)
2.Dengan perkataan yang kokoh dan benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, (Q.S. Ibrahim: 27)
3.Infaq di jalan Allah.
Allah yang Maha Tinggi dan Terpuji berfirman (yang artinya):
“Dan perumpamaan orang-orang yang menginfaqkan hartanya karena mencari keridloan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat, Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat.” (Q.S. Al Baqarah : 265)
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat, Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Q.S. Al Baqarah : 265)”
4.Berdoa.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (Q.S. Al Baqarah : 250)
(Dan firman Allah ta’ala yang artinya ) : “Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama- sama mereka sejumlah besar pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada) musuh. Alloh menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: “Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(Q.S.Ali Imran :146-148)
5.Menjalankan perkara-perkara yang diperintahkan-Nya dan menjauhi perkara yang dilarang.
Setiap hamba yang benar perkataannya dan baik (hasan) amalnya maka dia adalah hamba yang paling tetap keteguhan dan keistiqomahannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari dari kampungmu:, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan iman mereka, dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang- orang yang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, bersiap-siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!”
(Q.S. An Nisaa’: 66-71)
6.Tadabbur Al Quranul Kariim.
Ketahuilah wahai hamba muslim, sesungguhnya hukum ketetapan dan asal tentang sifat keteguhan dan keistiqomahan bersumber dari kitabullah dan sunnah Rosul-Nya ‘alaihisshalaatu wasallam.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan haq, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.(Q.S.An Nahl :102)
7.Menjadikan orang-orang yang sholeh sebagai qudwah.
Allah ta’ala berfirman(yang artinya) :
Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Alloh untuk (mengadzab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Alloh. Siksaan itu dilipat gandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya).” (Q.S. Huud : 20)
Ini semua adalah sifat yang telah diwahyukan dan ditanamkan oleh Rabbul’alamin diatas kesempurnaan janji ma’iyyah dan pengawasan dari-Nya yang menunjukan bahwa Thoifah Al Manshuroh, mereka tidak bisa diatur kedudukannya dan dicabut atau dirubah akar pangkalnya oleh musuh-musuh Allah meskipun dalam keadaan musuh-musuh Allah itu bersatu. Ath Thoifah Al Manshuroh mereka adalah orang-orang yang dipermisalkan oleh Allah dalam ayat Al Quran (artinya ):
“Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Alloh membuat permisalan-permisalan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim: 24-25)
Thoifah Manshuroh mereka adalah orang-orang yang mencintai Alloh dan dicintai oleh-Nya. Oleh sebab itulah mereka dalam keadaan tetap jiwanya dalam memberantas Ahlul Bida’ dan Ahlul Ahwa’, menyumbat dengan adzab yang pedih kepada thaghut-thaghut yang mengganti nikmat Alloh dengan kekufuran dan menghalalkan masyarakatnya dengan neraka jahannam. Karena sesungguhnya Thoifah Al Manshuroh mereka menyandarkan dirinya diatas Manhaj (jalan/prinsip) Alloh yang kekal.
Mereka dalam keadaan tetap dhahir dimuka bumi meskipun orang-orang musyrik membenci dan tidak menghendakinya.
Allah berfirman (yang artinya):
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir benci.” (Q.S. Ash Shaff: 8).
SIAPAKAH AHLI SYURA (Bagian I)
Dalam demokrasi, orang mengenal istilah one man one vote. Dengan satu orang satu suara, maka tak ada lagi istilah muslim atau kafir, ulama atau juhala (orang bodoh), ahli maksiat atau orang shalih, dan seterusnya. Semua suara bernilai sama di hadapan ‘hukum’. Walhasil, keputusan terbaik adalah keputusan yang diperoleh dengan suara mayoritas. Lalu bagaimana dengan sistem islam? Siapakah yang patut didengar suaranya?
Dalam ketatanegaraan Islam, dIkenal istilah “ahli syur”’. Posisinya yang sangat penting membuat keberadaannya tidak mungkin dipisahkan dengan struktur ketatanegaraan. Karena bagaimanapun bagusnya seseorang pemimpin, ia tetap tidak akan pernah lepas dari kelemahan, kelalaian, atau ketidaktahuan dalam beberapa hal. Sampai-sampai Nabi Muhammad pun diperintahkan untuk melakukan syura, apalagi selain beliau tentunya. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Jika Allah mengatakan kepada Rasul-Nya –padahal beliau adalah orang yang paling sempurna akalnya, paling banyak ilmunya dan paling bagus idenya– ‘maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu’, maka bagaimana dengan selain beliau??” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 154)
Kata asy-syura (الشُوْرَى) adalah ungkapan lain dari kata musyawarah (مَشَاوَرَةٌ) atau masyurah (مَشُوْرَةٌ) yang dalam bahasa kita dikenal dengan musyawarah, sehingga ahli syura adalah orang yang dipercaya untuk diajak bermusyawarah.
Disyariatkannya Syura
Allah berfirman:
وَ شَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)
Juga Allah memuji kaum mukminin dengan firman-Nya:
وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah dan mereka menafkahkan sebagian yang kami rizkikan kepada mereka.” (Asy-Syura: 38)
Kedua ayat mulia diatas menunjukkan tentang disyariatkannya bermusyawarah. Ditambah lagi dengan praktek Nabi yang sering melakukannya dengan para sahabatnya seperti dalam masalah tawanan perang Badr, kepergian menuju Uhud untuk menghadapi kaum musyrikin, menangggapi tuduhan orang-orang munafiq yang menuduh ‘Aisyah berzina, dan lain-lain. Demikian pula para shahabat beliau berjalan di atas jalan ini. (lihat Shahih Al-Bukhari, 13/339 dengan Fathul Bari)
Ibnu Hajar berkata: “Para ulama berselisih dalam hukum wajibnya.” (Fathul Bari, 13/341)
Pentingnya Syura
Syura teramat penting keberadaannya sehingga para ulama, diantarnya Al-Qurthubi, mengatakan: “Syura adalah keberkahan.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/251)
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Tidaklah sebuah kaum bermusyawarah di antara mereka kecuali Allah akan tunjuki mereka kepada yang paling utama dari yang mereka ketahui saat itu.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang kuat.” Lihat Fathul Bari, 13/340)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya menyebutkan faidah-faidah musyawarah diantaranya:
1. Musyawarah termasuk ibadah yang mendekatkan kepada Allah.
2. Dengan musyawarah akan melegakan mereka (yang diajak bermusyawarah) dan menghilangkan ganjalan hati yang muncul karena sebuah peristiwa. Berbeda halnya dengan yang tidak melakukan musyawarah. Dikhawatirkan, orang tidak akan sungguh-sungguh mencintai dan tidak menaatinya. Seandainya menaati pun, tidak dengan penuh ketaatan.
3. Dengan bermusyawarah, akan menyinari pemikiran karena menggunakan pada tempatnya.
4. Musyawarah akan menghasilkan pendapat yang benar, karena hampir-hampir seorang yang bermusyawarah tidak akan salah dalam perbuatannya. Kalaupun salah atau belum sempurna sesuatu yang ia cari, maka ia tidak tercela. (Taisir Karimirrahman, hal. 154)
Apa Yang Perlu Dimusyawarahkan?
Para ulama berbeda pendapat dalam mempermasalahkan hal-hal yang sesungguhnya Nabi diperintah Allah untuk bermusyawarah dengan para shahabatnya, sebagaimana tersebut dalam surat Ali Imran: 159. Dalam hal ini, Ibnu Jarir menyebutkan beberapa pendapat:
1. Pada masalah strategi peperangan dan dalam menghadapi musuh untuk melegakan para shahabat dan untuk mengikat hati mereka kepada agama ini serta agar mereka melihat bahwa Nabi juga mendengar ucapan mereka.
2. Nabi justru diperintahkan untuk bermusyawarah dalam perkara itu walaupun berliau punya pendapat yang paling benar karena adanya keutamaan (fadhilah) dalam musyawarah.
3. Allah perintahkan beliau untuk bermusyawarah padahal beliau sesungguhnya sudah cukup dengan bimbingan dari Allah. Hal ini dalam rangka memberi contoh kepada umatnya sehingga mereka mengikuti beliau ketika dilanda suatu masalah, dan ketika mereka bersepakat dalam sebuah perkara, maka Allah akan berikan taufiq-Nya kepada mereka kepada yang paling benar. (Tafsir Ath-Thabari, 4/152-153 dengan diringkas)
4. Sebagian ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah musyawarah pada perkara yang Nabi belum diberi ketentuaannya tentang perkara itu secara khusus.
5. Maksudnya yaitu pada urusan keduniaan secara khusus.
6. Pada perkara agama dan kejadian-kejadian yang belum ada ketentuannya dari Allah yang harus diikuti. Juga pada urusan yang keduniaan yang dapat dicapai melalui ide dan perkiraan yang kuat. (Ahkamul Qur’an karya Al-Jashshash, 2/40-42)
Pendapat terakhir inilah yang dianggap paling kuat oleh Al-Jashshash dengan alasan-alasan yang disebut dalam buku beliau. Lalu beliau juga berkata: “Dan pasti Nabi bermusyawarah pada hal-hal yang belum ada nash atau ketentuannya dari Allah. Dimana tidak boleh bagi beliau melakukan musyawarah pada hal-hal yang telah ada ketentuannya dari Allah. Dan ketika Allah tidak mengkhususkan urusan agama dari urusan dunia ketika memerintahkan Nabi-Nya untuk musyawarah, maka pastilah perintah untuk musyawarah itu pada semua urusan”. Dan nampaknya pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari (13/340) setelah menyebutkan pendapat-pendapat diatas. Juga oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya (hal. 154) seperti yang terpahami dari ucapan beliau. Jadi tidak semua perkara dimusyawarahkan sampai-sampai sesuatu yang telah ditentukan syariat pun dimusyawarahkan, tetapi bagian tertentu saja seperti yang dijelaskan diatas. Yang mendukung hal ini adalah bacaan ‘Abdullah bin ‘Abbas:
وَشَاوِرْهُمْ في بَعْضِ اْلأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam sebagian urusan itu.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Semua hal diatas kaitannya dengan musyawarah yang dilakukan oleh Nabi. Maka yang boleh dimusyawarahkan oleh umatnya perkaranya semakin jelas, yaitu pada hal-hal yang belum ada nash atau ketentuannya baik dari Allah atau Rasul-Nya. Artinya, jika telah ada ketentuannya dari syariat, maka tidak boleh melampauinya. Dan mereka harus mengikuti ketentuan syariat tersebut. Allah berfirman:
يَا أَيُهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
Al-Imam Al-Bukhari mengatakan: “Maka Abu Bakar tidak memilih musyawarah jika beliau memiliki hukum dari Rasulullah…” [Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari]
Dan sebaliknya. Jika sudah ada ketentuannya dalam syariat namun mereka tidak mengetahuinya, atau lupa, atau lalai, maka boleh bermusyawarah untuk mengetahui ketentuan syariat dalam perkara tersebut, bukan untuk menentukan sesuatu yang berbeda dengan ketentuan syariat. Al- Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Seorang hakim/pemimpin diperintahkan untuk bermusyawarah karena seorang penasehat akan mengingatkan dalil-dalil yang dia lalaikan dan menunjuki dalil- dalil yang tidak dia ingat, bukan untuk bertaqlid kepada penasehat tersebut pada apa yang dia katakan. Karena sesungguhnya Allah tidak menjadikan kedudukan yang demikian (diikuti dalam segala hal) itu bagi siapapun setelah Nabi”. (Fathul Bari, 13/342).”
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan jika seorang pemimpin bermusyawarah dengan mereka (ahli syura) kemudian sebagian mereka menjelaskan kepadanya sesuatu yang wajib dia ikuti baik dari Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya atau ijma’ kaum muslimin maka dia wajib mengikutinya dan tiada ketaatan kepada siapapun pada hal-hal yang menyelisihinya. Adapun jika pada hal-hal yang diperselisihkan kaum muslimin, maka mestinya meminta pendapat dari masing-masing mereka beserta alasannya, lalu pendapat paling mirip dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya itulah yang ia amalkan.” (Siyasah Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyyah hal. 133-134 dinukil dari Fiqh Siyasah Syar’iyyah hal. 58))
Al-Qurthubi mengatakan: “Syura terjadi karena perbedaan pendapat. Maka seseorang yang bermusyawarah hendaknya melihat perbedaan tersebut kemudian melihat kepada pendapat yang paling dekat kepada Al Qur’an dan As Sunnah jika ia mampu. Lalu jika Allah membimbingnya kepada yang Allah kehendaki, maka hendaknya ia ber-‘azam (bertekad) untuk kemudian melakukannya dengan bertawakkal kepada Allah. Dimana inilah ujung dari ijtihad yang diminta dan dengan inilah Allah perintahkan Nabi-Nya dalam ayat ini (Ali Imran: 159).” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/252)
Siapakah Ahli Syura?
Ini merupakan pembahasan yang sangat penting mengingat ahli syura sangat besar andilnya dalam menentukan sebuah keputusan, baik ataupun buruk. Sehingga jika tidak dipahami secara benar, akan berakibat sangat fatal. Ketika seseorang salah dalam menentukan ahli syura yaitu dengan memilih orang yang tidak memiliki kriteria yang ditentukan syariat, maka ini menjadi alamat kehancuran. Saking pentingnya hal ini, Al-Imam Al-Bukhari bahkan menulis bab khusus dalam kitab Shahih-nya yang berjudul: Orang Kepercayaan Pemimpin dan Ahli Syuranya.
Lalu beliau menyebutkan sebuah hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi bersabda:
مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلاَ اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيْفَةٍ إِلاَّ كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوْرِ وَتَحَضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُوْمُ مَنْ عَصَمَ اللهُ تَعَالى
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi dan tidaklah menjadikan seorang khalifah kecuali ia akan punya dua orang kepercayaan. Salah satunya memerintahkan kepada yang baik dan menganjurkannya, dan yang lain memerintahkan kepada yang jelek dan menganjurkan kepadanya. Maka orang yang terlindungi adalah orang yang dilindungi oleh Allah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, kitab Al-Ahkam Bab Bithanatul Imam, no: 7198)
Dari hadits ini dipahami, ada tiga macam pemimpin: ada yang cenderung untuk memerintahkan kepada yang baik, ada yang cenderung kepada yang buruk, dan ada yang terkadang cenderung kepada yang baik dan terkadang cenderung kepada yang buruk. (Fathul Bari, 13/390-391)
Atas dasar ini, akan dinukilkan keterangan para ulama yang menjelaskan siapa sebenarnya yang berhak untuk duduk di majelis permusyawaratan. Dalam hal ini Nabi bersabda:
المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ
“Seorang yang diminta musyawarahnya adalah orang yang dipercaya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 6700. Lihat pula Ash-Shahihah no.1641)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura haruslah orang yang amanah karena tidak mungkin seorang yang tidak amanah akan dipercaya.
Dalam firman Allah kepada Nabi-Nya:
وَشَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Maksudnya dengan Abu Bakr dan ‘Umar.” (Sanadnya shahih diriwayatkan oleh An-Nahhas dalam An-Nasikh wal Mansukh, dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau dan oleh Adz-Dzahabi. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 289).
Demikianlah beliau bermusya-warah dengan Abu Bakr dan Umar dalam masalah tawanan perang Badr dan dalam masalah lainnya. Juga dengan Ali bin Abi Thalib dalam masalah Ifk-yaitu tuduhan zina kepada ‘Aisyah (Shahih Al-Bukhari no. 7369) dan juga shahabat yang lain. Yang jelas, Nabi tidak mengajak musyawarah kepada seluruh para shahabatnya dalam setiap hal. Akan tetapi memilih mereka yang pantas dalam perkara tersebut.
Ahli syura Abu Bakr, Maimun bin Mihran mengatakan: ”Bahwa Abu Bakr jika mendapati sebuah masalah maka beliau melihat kepada Kitabullah. Jika beliau beliau mendapatkan sesuatu yang memutuskan perkara itu, maka beliau putuskan dengannya. Dan jika beliau mengetahuinya dari Sunnah Nabi, maka beliaupun memutuskan dengannya. Bila tidak beliau ketahui, beliau keluar kepada kaum muslimin dan bertanya kepada mereka tentang Sunnah Nabi (pada perkara yang tersebut). Dan bila hal itu tidak mampu (menyelesaikan), maka beliau panggil tokoh-tokoh kaum muslimin dan para ulama mereka lalu beliau bermusyawarah dengan mereka.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan dari Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Lihat Fathul Bari, 13/342)
Ahli syura ‘Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Para qurra adalah orang-orang majelisnya ‘Umar dan ahli syuranya, baik yang tua maupun yang muda.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7286, lihat Fathul Bari, 13/250). Ibnu Hajar mengatakan: “Al-Qurra maksudnya para ulama yang ahli ibadah.” (Lihat Fathul Bari, 13/258)
Di antara mereka adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas sendiri, sebagaimana beliau kisahkan: “‘Umar memasukkan aku bersama orang-orang tua yang pernah ikut perang Badr, maka seolah-olah sebagian mereka marah dan mengatakan: ‘Mengapa ‘Umar memasukkan pemuda ini bersama kita padahal kita pun punya anak-anak semacam dia’. Maka ‘Umar mengatakan: ‘Hal itu berdasarkan apa yang kalian ketahui (yakni bahwa dia dari keluarga Nabi dan dari sumber ilmu)’.” (HR. Al-Bukhari, 6/28, lihat Bahjatun Nazhirin, 1/195)
Riwayat ini menunjukkan bahwa pada majelis syuranya ‘Umar adalah para shahabat ahli Badr karena mereka lebih utama daripada yang lain. Kemudian ‘Umar mengikutkan Ibnu ‘Abbas bersama mereka karena ilmu beliau bahkan melebihi sebagian shahabat ahli Badr karena beliau didoakan oleh Nabi: “Ya Allah, pahamkan dia tentang agama dan ajari dia takwil.” (Madarikun Nazhar, hal. 162)
Dalam kejadian lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Ketika itu, saya berada di tempat singgahnya Abdurrahman bin ‘Auf di Mina dan beliau disisi ‘Umar, dalam sebuah haji yang merupakan akhir hajinya. Abdurrahman mengarahkan pertanyaan kepada saya: ‘(Apa pendapatmu) jika kamu melihat seseorang datang kepada amirul mukminin (‘Umar bin Al-Khaththab) hari ini lalu ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, apakah anda melakukan sesuatu pada fulan yang mengatakan: ‘Seandainya ‘Umar telah meninggal maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, tidaklah bai’atnya Abu Bakr dahulu kecuali hanya sesaat lalu langsung sempurna.’ Maka (mendengar laporan itu) ‘Umar marah lalu mengatakan: ‘Sungguh saya insya Allah akan berdiri sore ini di hadapan manusia dan akan memperingatkan mereka dari orang-orang itu yang ingin merampas urusan mereka’. Maka Abdurrahman mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin jangan kau lakukan! Karena musim haji ini menampung orang-orang hina (juga), sesungguhnya merekalah yang akan lebih banyak dekat denganmu disaat kamu berdiri di hadapan mereka. Dan saya khawatir jika engkau bangkit dan mengucapkan sebuah ucapan lalu dibawa terbang oleh setiap yang terbang, mereka tidak memahaminya dan tidak mendudukkan pada tempatnya. Maka tundalah hingga engkau pulang ke Madinah karena Madinah adalah rumah hijrah dan (rumah) As Sunnah sehingga engkau dapat mengkhususkan ahli fiqh dan tokoh-tokoh masyarakat, lalu kamu katakan apa yang mungkin kamu katakan sehingga ahlul ilmi akan memahami ucapanmu dan menempatkannya pada tempatnya’.” (Riwayat Al-Bukhari. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 163)
Setelah terjadinya usaha pembunuhan terhadap ‘Umar dan ‘Umar pun sudah merasa dekat ajalnya, dia menyerahkan urusan kepemimpinan ini kepada enam orang shahabat. Dan dikatakan kepada beliau: “Berwasiatlah wahai amirul mukminin, berwasiatlah! Tunjuklah khalifah.” Jawabnya: “Saya tidak mendapati orang yang lebih berhak terhadap perkara ini (kekhilafahan) lebih dari orang-orang itu, yang Rasulullah meninggal dalam keadaan ridha terhadap mereka.” Lalu beliau menyebut ‘Ali, ‘Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman (Shahih, riwayat Al-Bukhari no. 3700, dengan Fathul Bari, 7/59). ‘Umar menyerahkan urusan ini hanya kepada 6 orang shahabat yang memiliki sifat tersebut, padahal saat itu para shahabat berjumlah lebih dari 10 ribu orang. (Madarikun Nazhar, hal. 165)
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al-Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Janganlah dia bermusyawarah jika terjadi suatu masalah kecuali dengan orang yang amanah, berilmu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan riwayat- riwayat dari shahabat dan setelahnya, serta berilmu tentang pendapat-pendapat para ulama, qiyas, dan bahasa Arab.” (Mukhtashar Al-Muzani, dari Madarikun Nazhar, hal. 176)
Ibnu At-Tin menukilkan dari Asyhab, seorang murid dari Al-Imam Malik, bahwa Al-Imam Malik mengatakan: “Semestinya seorang pemimpin menjadikan seseorang yang menerangkan kepadanya tentang keadaan masyarakatnya disaat dia sendirian. Dan hendaknya orang tersebut orang yang bisa dipercaya, amanah, cerdas dan bijaksana.” (Fathul Bari, 13/190)
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: “Hendaknya ahli syuramu adalah orang-orang yang bertakwa dan amanah serta orang-orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Asy-Syihristani mengatakan: “… Akan tetapi wajib bersama penguasa itu (ada) seorang yang pantas berijtihad sehingga dia (penguasa itu- red) dapat bertanya kepadanya dalam permasalahan hukum.” (Al-Milal, 1/160, lihat Madarikun Nazhar, hal. 177)
Ibnu Khuwairiz Mandad mengatakan: “Wajib bagi para pemimpin untuk bermusyawarah dengan para ulama dalam hal-hal yang tidak mereka ketahui dan pada perkara agama yang membuat mereka bingung. Juga bermusyawarah dengan para pemimpin perang pada urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat pada urusan yang berkaitan dengan maslahat masyarakat, dan dengan para menteri dan wakil-wakilnya pada perkara kemaslahatan negeri dan kemakmurannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: ‘Kriteria orang yang diajak musyawarah jika dalam perkara hukum hendaknya seorang ulama dan agamis. Dan jarang yang seperti itu kecuali orang- orang yang berakal. Oleh karenanya Al-Hasan mengatakan: ‘Tidaklah akan sempurna agama seseorang kecuali setelah orang yang bertakwa dan amanah serta orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Al-Mawardi mengatakan ketika menjelaskan orang-orang yang berhak bermusyawarah untuk memilih imam/pemimpin: “… Syarat-syarat yang harus ada pada mereka ada tiga: pertama, keadilan (yakni keshalihan agamanya) dengan berbagai syaratnya. Kedua, ilmu yang dengannya dia dapat mengetahui siapa yang berhak menjadi pemimpin dengan syarat-syarat kepemimpinan. Ketiga, ide yang bagus dan bijak yang dengan itu dia bisa memilih yang paling pantas untuk menjadi pimpinan.” (Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hal.4)
Dari penjelasan para ulama, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa ahli syura adalah para ulama yang benar-benar berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah Nabi serta pendapat-pendapat para ulama dalam berbagai masalah, bertakwa, dan takut kepada Allah, juga memiliki sifat amanah, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, demikian pula memiliki keinginan baik untuk umat secara menyeluruh dan dari kalangan laki-laki bukan wanita.
Jika dibutuhkan bermusyawarah pada urusan-urasan duniawi maka juga bisa melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu namun tentu tidak lepas dari sifat-sifat dasar diatas. Demikian pula tidak bisa dilepaskan dari para ulama karena merekalah yang dapat mempertimbangkan sisi maslahat dan mafsadah yang hakiki dan secara syar’i serta sisi halal dan haramnya.
Apakah Ahli Bid’ah Boleh Menjadi Ahli Syura?
Dengan mengetahui sifat-sifat ahli syura, tampak bahwa ahli bid’ah tidak bisa dijadikan sebagai ahli syura karena ahli bid’ah tidak dapat dipercaya agamanya, amanahnya, keinginan baiknya dan juga sifat yang lain tidak terpenuhi padanya. Demikian pula terjadi dalam sejarah beberapa peristiwa yang membuktikannya. Pada masa khilafah ‘Abbasiyyah, tepatnya pada pemerintahan Al-Makmun, yang menjadikan Bisyr Al-Marrisi (seorang tokoh Mu’tazilah) sebagai salah satu penasehatnya, mengakibatkan tersebarnya aqidah Mu’tazilah tentang Al Qur’an yaitu bahwa Al Qur’an bukan Kalamullah sehingga sebagian ulama terbunuh karena itu (tidak mau mengatakan Al Qur’an bukan Kalamullah -red) dan sebagian lagi dipenjara dan disiksa. Demikian pula pada masa Al-Mu’tashim Billah yang menjadikan Al-Wazir Ibnul ‘Alqomi (seorang Syi’ah yang menipu Khalifah) sebagai salah satu penasehatnya, sehingga dia membantu pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasainya. Itu sebagian contoh, dan semua ahlul bid’ah pada dasarnya sama, baik yang berpemikiran mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka, atau berpemikiran Sufi, atau yang lain.
Wallahu a’lam.
Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.
Sabar terhadap kedzalima pengsa adalah suatu prinsip dari prinsin-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Majmu’ Fatawa 28/179, dinukil dari fiqih Siyasah Syar’iyah, hal. 163)
Itulah salah satu ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terlupakan atau tidak diketahui oleh kaum muslimin yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah. Hampir semua kelompok pergerakan yang muncul diabad ini atau sebelumnya melainkan prinsip ini. Entah karena lupa, tidak tahu, atau karena sengaja.
Barangkali akan ada orang yang mengatakn, “Penguasa sekarang lain dengan penguasa dulu !”
Untuk menjawab pertanyaa itu, seorang ulama’ bernama Abdul Walid Ath Thartusi berkata: “Jika kamu berkata bahwa raja-raja(penguasa) di masa ini tidak seperti raja-raja lalu, bahwa rakyat sekarang pun tidak seperti rakyat di masa lalu. Dan kamu tidak lebih berhak penguasamu ketika kamu menengok (membandingkan denagan) pengusa dulu daripada penguasamu mencela kamu ketika dia menengok rakyat yang hidup di masa lalu. Maka jika penguasamu berbuat dzolim kepada kamu hendak kamu bersabar dan dosa ditanggung (penguasa itu). Masih saja saya dengar ucapan orang, ‘amal-amal kalian adalah pengusasa kalian, “Sebagaiman kalian, maka seoperti itulah penguasa kalian,” Sampai pada akhirnya mendapatkan makna semacam itu dalam Al Qu’an ketika Allah berfirman:
وَ كَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِيْنَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُوْنَ
“Dan demikialah Kami jadikan sebagian orang-orang yang dzalim itu menjadi teman bagi sebagiab yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”. (Al An’am: 129)
Dahulu juga dikatakan: ‘ kamu ingkari pada masamu adalah kaerena dirusak oleh amalmu.
Abdul Malik bin Marwan juga mengatakan : “Berbuat adil kalian wahai rakyat ! Kalaian menginginkan kami untuk berjalan denga peri hidup Abu Bakar dan Umar, pada kalian tidak berbuat terhadap kami dan diri kalian”. (Sirojul Muluk hal. 100-101, dinukil dari fiqih Siyasah Syar’iyah, hal. 165-166)
Inilah hakekat yang perlu diketahui dan selalu diingat, bahwa muncul penguasa jahat adalah karena amal kita yang jahat juga, seperti [-erbuatan maksiat, bid’ah, khurafat, dan perbuatan syirik kepada Allah. Camkan wahai wahai para tokoh pergerakan !.
Sikap kalian dengan peberontak, mencaci maki, merendahkan, atau bahkan mengkafirkan mengkafirkan para penguasa justru menambah penguasa semakin bengis, bukan hany kepada kalian namun hanya kepada orang-orang yang tidak berdosa. Inilah akibat amalan bid’ah yang berbententangn dengan prisip Ahlus Sunnah.
Jangan kalian sangka bahwa perbuatan itu dengan sedang berjihad dan menegakkan Islam. Namun sebaliknya, kalian sungguh sedang menggerogoti sunnah Nabi untuk meruntuhkan salah penyangga ajaran Islam.
Sikap yang benr untuk menyudahi kedazilman penguasa adalah dengan memperbaiki amal kita baik dari sisi aqidah, metode dakwah, ibadah maupun akhlak dan mengikuti ajaraan Rasul .
Al Hasan Al Bashri mengatakan: “Ketahuilah semoga Allah memberimu ‘afiyah –bahwa kedzaliman para raja merupakn adzab dari Allah dan Allah tidak dihadapi dengan pedamg akan tetapi dihindari do’a, taubat, kembali kepada Allah dan mencabut segala do’a. Sungguh adzab Allah jika dihadapi maka ia lebih bisa memotong.”(Asy Syari’ah karya Al Imam Al Ajurri hal. 38, dinukil dari fiqih Siasah Syar’iyyah, hal.166-167)
Perlu diketahui munculnya penguasa-penguasa yang jahat bukan satu hal yang baru dalam sejarah Islam tercatat sejak masa para sahabat masih hidup telah muncul seorang pimpinan yang bengisnya melebihi para penguasa di masa ini sampai mendapatkan julukan resmi dari Rasulullah Al Mubir (pembinasa). Penguasa tersebut adalah Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi.
Dalam ketatanegaraan Islam, dIkenal istilah “ahli syur”’. Posisinya yang sangat penting membuat keberadaannya tidak mungkin dipisahkan dengan struktur ketatanegaraan. Karena bagaimanapun bagusnya seseorang pemimpin, ia tetap tidak akan pernah lepas dari kelemahan, kelalaian, atau ketidaktahuan dalam beberapa hal. Sampai-sampai Nabi Muhammad pun diperintahkan untuk melakukan syura, apalagi selain beliau tentunya. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Jika Allah mengatakan kepada Rasul-Nya –padahal beliau adalah orang yang paling sempurna akalnya, paling banyak ilmunya dan paling bagus idenya– ‘maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu’, maka bagaimana dengan selain beliau??” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 154)
Kata asy-syura (الشُوْرَى) adalah ungkapan lain dari kata musyawarah (مَشَاوَرَةٌ) atau masyurah (مَشُوْرَةٌ) yang dalam bahasa kita dikenal dengan musyawarah, sehingga ahli syura adalah orang yang dipercaya untuk diajak bermusyawarah.
Disyariatkannya Syura
Allah berfirman:
وَ شَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)
Juga Allah memuji kaum mukminin dengan firman-Nya:
وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah dan mereka menafkahkan sebagian yang kami rizkikan kepada mereka.” (Asy-Syura: 38)
Kedua ayat mulia diatas menunjukkan tentang disyariatkannya bermusyawarah. Ditambah lagi dengan praktek Nabi yang sering melakukannya dengan para sahabatnya seperti dalam masalah tawanan perang Badr, kepergian menuju Uhud untuk menghadapi kaum musyrikin, menangggapi tuduhan orang-orang munafiq yang menuduh ‘Aisyah berzina, dan lain-lain. Demikian pula para shahabat beliau berjalan di atas jalan ini. (lihat Shahih Al-Bukhari, 13/339 dengan Fathul Bari)
Ibnu Hajar berkata: “Para ulama berselisih dalam hukum wajibnya.” (Fathul Bari, 13/341)
Pentingnya Syura
Syura teramat penting keberadaannya sehingga para ulama, diantarnya Al-Qurthubi, mengatakan: “Syura adalah keberkahan.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/251)
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Tidaklah sebuah kaum bermusyawarah di antara mereka kecuali Allah akan tunjuki mereka kepada yang paling utama dari yang mereka ketahui saat itu.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang kuat.” Lihat Fathul Bari, 13/340)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya menyebutkan faidah-faidah musyawarah diantaranya:
1. Musyawarah termasuk ibadah yang mendekatkan kepada Allah.
2. Dengan musyawarah akan melegakan mereka (yang diajak bermusyawarah) dan menghilangkan ganjalan hati yang muncul karena sebuah peristiwa. Berbeda halnya dengan yang tidak melakukan musyawarah. Dikhawatirkan, orang tidak akan sungguh-sungguh mencintai dan tidak menaatinya. Seandainya menaati pun, tidak dengan penuh ketaatan.
3. Dengan bermusyawarah, akan menyinari pemikiran karena menggunakan pada tempatnya.
4. Musyawarah akan menghasilkan pendapat yang benar, karena hampir-hampir seorang yang bermusyawarah tidak akan salah dalam perbuatannya. Kalaupun salah atau belum sempurna sesuatu yang ia cari, maka ia tidak tercela. (Taisir Karimirrahman, hal. 154)
Apa Yang Perlu Dimusyawarahkan?
Para ulama berbeda pendapat dalam mempermasalahkan hal-hal yang sesungguhnya Nabi diperintah Allah untuk bermusyawarah dengan para shahabatnya, sebagaimana tersebut dalam surat Ali Imran: 159. Dalam hal ini, Ibnu Jarir menyebutkan beberapa pendapat:
1. Pada masalah strategi peperangan dan dalam menghadapi musuh untuk melegakan para shahabat dan untuk mengikat hati mereka kepada agama ini serta agar mereka melihat bahwa Nabi juga mendengar ucapan mereka.
2. Nabi justru diperintahkan untuk bermusyawarah dalam perkara itu walaupun berliau punya pendapat yang paling benar karena adanya keutamaan (fadhilah) dalam musyawarah.
3. Allah perintahkan beliau untuk bermusyawarah padahal beliau sesungguhnya sudah cukup dengan bimbingan dari Allah. Hal ini dalam rangka memberi contoh kepada umatnya sehingga mereka mengikuti beliau ketika dilanda suatu masalah, dan ketika mereka bersepakat dalam sebuah perkara, maka Allah akan berikan taufiq-Nya kepada mereka kepada yang paling benar. (Tafsir Ath-Thabari, 4/152-153 dengan diringkas)
4. Sebagian ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah musyawarah pada perkara yang Nabi belum diberi ketentuaannya tentang perkara itu secara khusus.
5. Maksudnya yaitu pada urusan keduniaan secara khusus.
6. Pada perkara agama dan kejadian-kejadian yang belum ada ketentuannya dari Allah yang harus diikuti. Juga pada urusan yang keduniaan yang dapat dicapai melalui ide dan perkiraan yang kuat. (Ahkamul Qur’an karya Al-Jashshash, 2/40-42)
Pendapat terakhir inilah yang dianggap paling kuat oleh Al-Jashshash dengan alasan-alasan yang disebut dalam buku beliau. Lalu beliau juga berkata: “Dan pasti Nabi bermusyawarah pada hal-hal yang belum ada nash atau ketentuannya dari Allah. Dimana tidak boleh bagi beliau melakukan musyawarah pada hal-hal yang telah ada ketentuannya dari Allah. Dan ketika Allah tidak mengkhususkan urusan agama dari urusan dunia ketika memerintahkan Nabi-Nya untuk musyawarah, maka pastilah perintah untuk musyawarah itu pada semua urusan”. Dan nampaknya pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari (13/340) setelah menyebutkan pendapat-pendapat diatas. Juga oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya (hal. 154) seperti yang terpahami dari ucapan beliau. Jadi tidak semua perkara dimusyawarahkan sampai-sampai sesuatu yang telah ditentukan syariat pun dimusyawarahkan, tetapi bagian tertentu saja seperti yang dijelaskan diatas. Yang mendukung hal ini adalah bacaan ‘Abdullah bin ‘Abbas:
وَشَاوِرْهُمْ في بَعْضِ اْلأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam sebagian urusan itu.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Semua hal diatas kaitannya dengan musyawarah yang dilakukan oleh Nabi. Maka yang boleh dimusyawarahkan oleh umatnya perkaranya semakin jelas, yaitu pada hal-hal yang belum ada nash atau ketentuannya baik dari Allah atau Rasul-Nya. Artinya, jika telah ada ketentuannya dari syariat, maka tidak boleh melampauinya. Dan mereka harus mengikuti ketentuan syariat tersebut. Allah berfirman:
يَا أَيُهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
Al-Imam Al-Bukhari mengatakan: “Maka Abu Bakar tidak memilih musyawarah jika beliau memiliki hukum dari Rasulullah…” [Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari]
Dan sebaliknya. Jika sudah ada ketentuannya dalam syariat namun mereka tidak mengetahuinya, atau lupa, atau lalai, maka boleh bermusyawarah untuk mengetahui ketentuan syariat dalam perkara tersebut, bukan untuk menentukan sesuatu yang berbeda dengan ketentuan syariat. Al- Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Seorang hakim/pemimpin diperintahkan untuk bermusyawarah karena seorang penasehat akan mengingatkan dalil-dalil yang dia lalaikan dan menunjuki dalil- dalil yang tidak dia ingat, bukan untuk bertaqlid kepada penasehat tersebut pada apa yang dia katakan. Karena sesungguhnya Allah tidak menjadikan kedudukan yang demikian (diikuti dalam segala hal) itu bagi siapapun setelah Nabi”. (Fathul Bari, 13/342).”
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan jika seorang pemimpin bermusyawarah dengan mereka (ahli syura) kemudian sebagian mereka menjelaskan kepadanya sesuatu yang wajib dia ikuti baik dari Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya atau ijma’ kaum muslimin maka dia wajib mengikutinya dan tiada ketaatan kepada siapapun pada hal-hal yang menyelisihinya. Adapun jika pada hal-hal yang diperselisihkan kaum muslimin, maka mestinya meminta pendapat dari masing-masing mereka beserta alasannya, lalu pendapat paling mirip dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya itulah yang ia amalkan.” (Siyasah Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyyah hal. 133-134 dinukil dari Fiqh Siyasah Syar’iyyah hal. 58))
Al-Qurthubi mengatakan: “Syura terjadi karena perbedaan pendapat. Maka seseorang yang bermusyawarah hendaknya melihat perbedaan tersebut kemudian melihat kepada pendapat yang paling dekat kepada Al Qur’an dan As Sunnah jika ia mampu. Lalu jika Allah membimbingnya kepada yang Allah kehendaki, maka hendaknya ia ber-‘azam (bertekad) untuk kemudian melakukannya dengan bertawakkal kepada Allah. Dimana inilah ujung dari ijtihad yang diminta dan dengan inilah Allah perintahkan Nabi-Nya dalam ayat ini (Ali Imran: 159).” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/252)
Siapakah Ahli Syura?
Ini merupakan pembahasan yang sangat penting mengingat ahli syura sangat besar andilnya dalam menentukan sebuah keputusan, baik ataupun buruk. Sehingga jika tidak dipahami secara benar, akan berakibat sangat fatal. Ketika seseorang salah dalam menentukan ahli syura yaitu dengan memilih orang yang tidak memiliki kriteria yang ditentukan syariat, maka ini menjadi alamat kehancuran. Saking pentingnya hal ini, Al-Imam Al-Bukhari bahkan menulis bab khusus dalam kitab Shahih-nya yang berjudul: Orang Kepercayaan Pemimpin dan Ahli Syuranya.
Lalu beliau menyebutkan sebuah hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi bersabda:
مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلاَ اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيْفَةٍ إِلاَّ كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوْرِ وَتَحَضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُوْمُ مَنْ عَصَمَ اللهُ تَعَالى
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi dan tidaklah menjadikan seorang khalifah kecuali ia akan punya dua orang kepercayaan. Salah satunya memerintahkan kepada yang baik dan menganjurkannya, dan yang lain memerintahkan kepada yang jelek dan menganjurkan kepadanya. Maka orang yang terlindungi adalah orang yang dilindungi oleh Allah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, kitab Al-Ahkam Bab Bithanatul Imam, no: 7198)
Dari hadits ini dipahami, ada tiga macam pemimpin: ada yang cenderung untuk memerintahkan kepada yang baik, ada yang cenderung kepada yang buruk, dan ada yang terkadang cenderung kepada yang baik dan terkadang cenderung kepada yang buruk. (Fathul Bari, 13/390-391)
Atas dasar ini, akan dinukilkan keterangan para ulama yang menjelaskan siapa sebenarnya yang berhak untuk duduk di majelis permusyawaratan. Dalam hal ini Nabi bersabda:
المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ
“Seorang yang diminta musyawarahnya adalah orang yang dipercaya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 6700. Lihat pula Ash-Shahihah no.1641)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura haruslah orang yang amanah karena tidak mungkin seorang yang tidak amanah akan dipercaya.
Dalam firman Allah kepada Nabi-Nya:
وَشَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Maksudnya dengan Abu Bakr dan ‘Umar.” (Sanadnya shahih diriwayatkan oleh An-Nahhas dalam An-Nasikh wal Mansukh, dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau dan oleh Adz-Dzahabi. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 289).
Demikianlah beliau bermusya-warah dengan Abu Bakr dan Umar dalam masalah tawanan perang Badr dan dalam masalah lainnya. Juga dengan Ali bin Abi Thalib dalam masalah Ifk-yaitu tuduhan zina kepada ‘Aisyah (Shahih Al-Bukhari no. 7369) dan juga shahabat yang lain. Yang jelas, Nabi tidak mengajak musyawarah kepada seluruh para shahabatnya dalam setiap hal. Akan tetapi memilih mereka yang pantas dalam perkara tersebut.
Ahli syura Abu Bakr, Maimun bin Mihran mengatakan: ”Bahwa Abu Bakr jika mendapati sebuah masalah maka beliau melihat kepada Kitabullah. Jika beliau beliau mendapatkan sesuatu yang memutuskan perkara itu, maka beliau putuskan dengannya. Dan jika beliau mengetahuinya dari Sunnah Nabi, maka beliaupun memutuskan dengannya. Bila tidak beliau ketahui, beliau keluar kepada kaum muslimin dan bertanya kepada mereka tentang Sunnah Nabi (pada perkara yang tersebut). Dan bila hal itu tidak mampu (menyelesaikan), maka beliau panggil tokoh-tokoh kaum muslimin dan para ulama mereka lalu beliau bermusyawarah dengan mereka.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan dari Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Lihat Fathul Bari, 13/342)
Ahli syura ‘Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Para qurra adalah orang-orang majelisnya ‘Umar dan ahli syuranya, baik yang tua maupun yang muda.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7286, lihat Fathul Bari, 13/250). Ibnu Hajar mengatakan: “Al-Qurra maksudnya para ulama yang ahli ibadah.” (Lihat Fathul Bari, 13/258)
Di antara mereka adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas sendiri, sebagaimana beliau kisahkan: “‘Umar memasukkan aku bersama orang-orang tua yang pernah ikut perang Badr, maka seolah-olah sebagian mereka marah dan mengatakan: ‘Mengapa ‘Umar memasukkan pemuda ini bersama kita padahal kita pun punya anak-anak semacam dia’. Maka ‘Umar mengatakan: ‘Hal itu berdasarkan apa yang kalian ketahui (yakni bahwa dia dari keluarga Nabi dan dari sumber ilmu)’.” (HR. Al-Bukhari, 6/28, lihat Bahjatun Nazhirin, 1/195)
Riwayat ini menunjukkan bahwa pada majelis syuranya ‘Umar adalah para shahabat ahli Badr karena mereka lebih utama daripada yang lain. Kemudian ‘Umar mengikutkan Ibnu ‘Abbas bersama mereka karena ilmu beliau bahkan melebihi sebagian shahabat ahli Badr karena beliau didoakan oleh Nabi: “Ya Allah, pahamkan dia tentang agama dan ajari dia takwil.” (Madarikun Nazhar, hal. 162)
Dalam kejadian lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Ketika itu, saya berada di tempat singgahnya Abdurrahman bin ‘Auf di Mina dan beliau disisi ‘Umar, dalam sebuah haji yang merupakan akhir hajinya. Abdurrahman mengarahkan pertanyaan kepada saya: ‘(Apa pendapatmu) jika kamu melihat seseorang datang kepada amirul mukminin (‘Umar bin Al-Khaththab) hari ini lalu ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, apakah anda melakukan sesuatu pada fulan yang mengatakan: ‘Seandainya ‘Umar telah meninggal maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, tidaklah bai’atnya Abu Bakr dahulu kecuali hanya sesaat lalu langsung sempurna.’ Maka (mendengar laporan itu) ‘Umar marah lalu mengatakan: ‘Sungguh saya insya Allah akan berdiri sore ini di hadapan manusia dan akan memperingatkan mereka dari orang-orang itu yang ingin merampas urusan mereka’. Maka Abdurrahman mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin jangan kau lakukan! Karena musim haji ini menampung orang-orang hina (juga), sesungguhnya merekalah yang akan lebih banyak dekat denganmu disaat kamu berdiri di hadapan mereka. Dan saya khawatir jika engkau bangkit dan mengucapkan sebuah ucapan lalu dibawa terbang oleh setiap yang terbang, mereka tidak memahaminya dan tidak mendudukkan pada tempatnya. Maka tundalah hingga engkau pulang ke Madinah karena Madinah adalah rumah hijrah dan (rumah) As Sunnah sehingga engkau dapat mengkhususkan ahli fiqh dan tokoh-tokoh masyarakat, lalu kamu katakan apa yang mungkin kamu katakan sehingga ahlul ilmi akan memahami ucapanmu dan menempatkannya pada tempatnya’.” (Riwayat Al-Bukhari. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 163)
Setelah terjadinya usaha pembunuhan terhadap ‘Umar dan ‘Umar pun sudah merasa dekat ajalnya, dia menyerahkan urusan kepemimpinan ini kepada enam orang shahabat. Dan dikatakan kepada beliau: “Berwasiatlah wahai amirul mukminin, berwasiatlah! Tunjuklah khalifah.” Jawabnya: “Saya tidak mendapati orang yang lebih berhak terhadap perkara ini (kekhilafahan) lebih dari orang-orang itu, yang Rasulullah meninggal dalam keadaan ridha terhadap mereka.” Lalu beliau menyebut ‘Ali, ‘Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman (Shahih, riwayat Al-Bukhari no. 3700, dengan Fathul Bari, 7/59). ‘Umar menyerahkan urusan ini hanya kepada 6 orang shahabat yang memiliki sifat tersebut, padahal saat itu para shahabat berjumlah lebih dari 10 ribu orang. (Madarikun Nazhar, hal. 165)
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al-Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Janganlah dia bermusyawarah jika terjadi suatu masalah kecuali dengan orang yang amanah, berilmu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan riwayat- riwayat dari shahabat dan setelahnya, serta berilmu tentang pendapat-pendapat para ulama, qiyas, dan bahasa Arab.” (Mukhtashar Al-Muzani, dari Madarikun Nazhar, hal. 176)
Ibnu At-Tin menukilkan dari Asyhab, seorang murid dari Al-Imam Malik, bahwa Al-Imam Malik mengatakan: “Semestinya seorang pemimpin menjadikan seseorang yang menerangkan kepadanya tentang keadaan masyarakatnya disaat dia sendirian. Dan hendaknya orang tersebut orang yang bisa dipercaya, amanah, cerdas dan bijaksana.” (Fathul Bari, 13/190)
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: “Hendaknya ahli syuramu adalah orang-orang yang bertakwa dan amanah serta orang-orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Asy-Syihristani mengatakan: “… Akan tetapi wajib bersama penguasa itu (ada) seorang yang pantas berijtihad sehingga dia (penguasa itu- red) dapat bertanya kepadanya dalam permasalahan hukum.” (Al-Milal, 1/160, lihat Madarikun Nazhar, hal. 177)
Ibnu Khuwairiz Mandad mengatakan: “Wajib bagi para pemimpin untuk bermusyawarah dengan para ulama dalam hal-hal yang tidak mereka ketahui dan pada perkara agama yang membuat mereka bingung. Juga bermusyawarah dengan para pemimpin perang pada urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat pada urusan yang berkaitan dengan maslahat masyarakat, dan dengan para menteri dan wakil-wakilnya pada perkara kemaslahatan negeri dan kemakmurannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: ‘Kriteria orang yang diajak musyawarah jika dalam perkara hukum hendaknya seorang ulama dan agamis. Dan jarang yang seperti itu kecuali orang- orang yang berakal. Oleh karenanya Al-Hasan mengatakan: ‘Tidaklah akan sempurna agama seseorang kecuali setelah orang yang bertakwa dan amanah serta orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Al-Mawardi mengatakan ketika menjelaskan orang-orang yang berhak bermusyawarah untuk memilih imam/pemimpin: “… Syarat-syarat yang harus ada pada mereka ada tiga: pertama, keadilan (yakni keshalihan agamanya) dengan berbagai syaratnya. Kedua, ilmu yang dengannya dia dapat mengetahui siapa yang berhak menjadi pemimpin dengan syarat-syarat kepemimpinan. Ketiga, ide yang bagus dan bijak yang dengan itu dia bisa memilih yang paling pantas untuk menjadi pimpinan.” (Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hal.4)
Dari penjelasan para ulama, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa ahli syura adalah para ulama yang benar-benar berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah Nabi serta pendapat-pendapat para ulama dalam berbagai masalah, bertakwa, dan takut kepada Allah, juga memiliki sifat amanah, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, demikian pula memiliki keinginan baik untuk umat secara menyeluruh dan dari kalangan laki-laki bukan wanita.
Jika dibutuhkan bermusyawarah pada urusan-urasan duniawi maka juga bisa melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu namun tentu tidak lepas dari sifat-sifat dasar diatas. Demikian pula tidak bisa dilepaskan dari para ulama karena merekalah yang dapat mempertimbangkan sisi maslahat dan mafsadah yang hakiki dan secara syar’i serta sisi halal dan haramnya.
Apakah Ahli Bid’ah Boleh Menjadi Ahli Syura?
Dengan mengetahui sifat-sifat ahli syura, tampak bahwa ahli bid’ah tidak bisa dijadikan sebagai ahli syura karena ahli bid’ah tidak dapat dipercaya agamanya, amanahnya, keinginan baiknya dan juga sifat yang lain tidak terpenuhi padanya. Demikian pula terjadi dalam sejarah beberapa peristiwa yang membuktikannya. Pada masa khilafah ‘Abbasiyyah, tepatnya pada pemerintahan Al-Makmun, yang menjadikan Bisyr Al-Marrisi (seorang tokoh Mu’tazilah) sebagai salah satu penasehatnya, mengakibatkan tersebarnya aqidah Mu’tazilah tentang Al Qur’an yaitu bahwa Al Qur’an bukan Kalamullah sehingga sebagian ulama terbunuh karena itu (tidak mau mengatakan Al Qur’an bukan Kalamullah -red) dan sebagian lagi dipenjara dan disiksa. Demikian pula pada masa Al-Mu’tashim Billah yang menjadikan Al-Wazir Ibnul ‘Alqomi (seorang Syi’ah yang menipu Khalifah) sebagai salah satu penasehatnya, sehingga dia membantu pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasainya. Itu sebagian contoh, dan semua ahlul bid’ah pada dasarnya sama, baik yang berpemikiran mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka, atau berpemikiran Sufi, atau yang lain.
Wallahu a’lam.
Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.
Sabar terhadap kedzalima pengsa adalah suatu prinsip dari prinsin-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Majmu’ Fatawa 28/179, dinukil dari fiqih Siyasah Syar’iyah, hal. 163)
Itulah salah satu ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terlupakan atau tidak diketahui oleh kaum muslimin yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah. Hampir semua kelompok pergerakan yang muncul diabad ini atau sebelumnya melainkan prinsip ini. Entah karena lupa, tidak tahu, atau karena sengaja.
Barangkali akan ada orang yang mengatakn, “Penguasa sekarang lain dengan penguasa dulu !”
Untuk menjawab pertanyaa itu, seorang ulama’ bernama Abdul Walid Ath Thartusi berkata: “Jika kamu berkata bahwa raja-raja(penguasa) di masa ini tidak seperti raja-raja lalu, bahwa rakyat sekarang pun tidak seperti rakyat di masa lalu. Dan kamu tidak lebih berhak penguasamu ketika kamu menengok (membandingkan denagan) pengusa dulu daripada penguasamu mencela kamu ketika dia menengok rakyat yang hidup di masa lalu. Maka jika penguasamu berbuat dzolim kepada kamu hendak kamu bersabar dan dosa ditanggung (penguasa itu). Masih saja saya dengar ucapan orang, ‘amal-amal kalian adalah pengusasa kalian, “Sebagaiman kalian, maka seoperti itulah penguasa kalian,” Sampai pada akhirnya mendapatkan makna semacam itu dalam Al Qu’an ketika Allah berfirman:
وَ كَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِيْنَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُوْنَ
“Dan demikialah Kami jadikan sebagian orang-orang yang dzalim itu menjadi teman bagi sebagiab yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”. (Al An’am: 129)
Dahulu juga dikatakan: ‘ kamu ingkari pada masamu adalah kaerena dirusak oleh amalmu.
Abdul Malik bin Marwan juga mengatakan : “Berbuat adil kalian wahai rakyat ! Kalaian menginginkan kami untuk berjalan denga peri hidup Abu Bakar dan Umar, pada kalian tidak berbuat terhadap kami dan diri kalian”. (Sirojul Muluk hal. 100-101, dinukil dari fiqih Siyasah Syar’iyah, hal. 165-166)
Inilah hakekat yang perlu diketahui dan selalu diingat, bahwa muncul penguasa jahat adalah karena amal kita yang jahat juga, seperti [-erbuatan maksiat, bid’ah, khurafat, dan perbuatan syirik kepada Allah. Camkan wahai wahai para tokoh pergerakan !.
Sikap kalian dengan peberontak, mencaci maki, merendahkan, atau bahkan mengkafirkan mengkafirkan para penguasa justru menambah penguasa semakin bengis, bukan hany kepada kalian namun hanya kepada orang-orang yang tidak berdosa. Inilah akibat amalan bid’ah yang berbententangn dengan prisip Ahlus Sunnah.
Jangan kalian sangka bahwa perbuatan itu dengan sedang berjihad dan menegakkan Islam. Namun sebaliknya, kalian sungguh sedang menggerogoti sunnah Nabi untuk meruntuhkan salah penyangga ajaran Islam.
Sikap yang benr untuk menyudahi kedazilman penguasa adalah dengan memperbaiki amal kita baik dari sisi aqidah, metode dakwah, ibadah maupun akhlak dan mengikuti ajaraan Rasul .
Al Hasan Al Bashri mengatakan: “Ketahuilah semoga Allah memberimu ‘afiyah –bahwa kedzaliman para raja merupakn adzab dari Allah dan Allah tidak dihadapi dengan pedamg akan tetapi dihindari do’a, taubat, kembali kepada Allah dan mencabut segala do’a. Sungguh adzab Allah jika dihadapi maka ia lebih bisa memotong.”(Asy Syari’ah karya Al Imam Al Ajurri hal. 38, dinukil dari fiqih Siasah Syar’iyyah, hal.166-167)
Perlu diketahui munculnya penguasa-penguasa yang jahat bukan satu hal yang baru dalam sejarah Islam tercatat sejak masa para sahabat masih hidup telah muncul seorang pimpinan yang bengisnya melebihi para penguasa di masa ini sampai mendapatkan julukan resmi dari Rasulullah Al Mubir (pembinasa). Penguasa tersebut adalah Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi.
SIAPAKAH AHLI SYURA (Bagian II)
“Seorang yang diminta musyawarahnya adalah orang yang dipercaya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 6700. Lihat pula Ash-Shahihah no.1641)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura haruslah orang yang amanah karena tidak mungkin seorang yang tidak amanah akan dipercaya.
Dalam firman Allah kepada Nabi-Nya (artinya): “Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159). Ibnu Abbas mengatakan: “Maksudnya dengan Abu Bakr dan ‘Umar.” (Sanadnya shahih diriwayatkan oleh An-Nahhas dalam An-Nasikh wal Mansukh, dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau dan oleh Adz-Dzahabi. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 289).
Demikianlah beliau bermusyawarah dengan Abu Bakr dan Umar dalam masalah tawanan perang Badr dan dalam masalah lainnya. Juga dengan Ali bin Abi Thalib dalam masalah Ifk-yaitu tuduhan zina kepada ‘Aisyah (Shahih Al-Bukhari no. 7369) dan juga shahabat yang lain. Yang jelas, Nabi tidak mengajak musyawarah kepada seluruh para shahabatnya dalam setiap hal. Akan tetapi memilih mereka yang pantas dalam perkara tersebut.
Ahli syura Abu Bakr, Maimun bin Mihran mengatakan: ”Bahwa Abu Bakr jika mendapati sebuah masalah maka beliau melihat kepada Kitabullah. Jika beliau beliau mendapatkan sesuatu yang memutuskan perkara itu, maka beliau putuskan dengannya. Dan jika beliau mengetahuinya dari Sunnah Nabi, maka beliaupun memutuskan dengannya. Bila tidak beliau ketahui, beliau keluar kepada kaum muslimin dan bertanya kepada mereka tentang Sunnah Nabi (pada perkara yang tersebut). Dan bila hal itu tidak mampu (menyelesaikan), maka beliau panggil tokoh-tokoh kaum muslimin dan para ulama mereka lalu beliau bermusyawarah dengan mereka.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Lihat Fathul Bari, 13/342)
Ahli syura ‘Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Para qurra adalah orang-orang majelisnya ‘Umar dan ahli syuranya, baik yang tua maupun yang muda.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7286, lihat Fathul Bari, 13/250). Ibnu Hajar mengatakan: “Al-Qurra maksudnya para ulama yang ahli ibadah.” (Lihat Fathul Bari, 13/258)
Di antara mereka adalah Abdullah bin Abbas sendiri, sebagaimana beliau kisahkan: “Umar memasukkan aku bersama orang-orang tua yang pernah ikut perang Badr, maka seolah-olah sebagian mereka marah dan mengatakan: ‘Mengapa ‘Umar memasukkan pemuda ini bersama kita padahal kita pun punya anak-anak semacam dia’. Maka ‘Umar mengatakan: ‘Hal itu berdasarkan apa yang kalian ketahui (yakni bahwa dia dari keluarga Nabi dan dari sumber ilmu)’.” (HR. Al-Bukhari, 6/28, lihat Bahjatun Nazhirin, 1/195)
Riwayat ini menunjukkan bahwa pada majelis syuranya Umar adalah para shahabat ahli Badr karena mereka lebih utama daripada yang lain. Kemudian ‘Umar mengikutkan Ibnu ‘Abbas bersama mereka karena ilmu beliau bahkan melebihi sebagian shahabat ahli Badr karena beliau didoakan oleh Nabi: “Ya Allah, pahamkan dia tentang agama dan ajari dia takwil.” (Madarikun Nazhar, hal. 162)
Dalam kejadian lain, Ibnu Abbas mengatakan: “Ketika itu, saya berada di tempat singgahnya Abdurrahman bin ‘Auf di Mina dan beliau disisi Umar, dalam sebuah haji yang merupakan akhir hajinya. Abdurrahman mengarahkan pertanyaan kepada saya: ‘(Apa pendapatmu) jika kamu melihat seseorang datang kepada amirul mukminin (Umar bin Al-Khaththab) hari ini lalu ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, apakah anda melakukan sesuatu pada fulan yang mengatakan: ‘Seandainya Umar telah meninggal maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, tidaklah bai’atnya Abu Bakr dahulu kecuali hanya sesaat lalu langsung sempurna.’ Maka (mendengar laporan itu) Umar marah lalu mengatakan: ‘Sungguh saya insya Allah akan berdiri sore ini di hadapan manusia dan akan memperingatkan mereka dari orang-orang itu yang ingin merampas urusan mereka’. Maka Abdurrahman mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin jangan kau lakukan! Karena musim haji ini menampung orang-orang hina (juga), sesungguhnya merekalah yang akan lebih banyak dekat denganmu disaat kamu berdiri di hadapan mereka. Dan saya khawatir jika engkau bangkit dan mengucapkan sebuah ucapan lalu dibawa terbang oleh setiap yang terbang, mereka tidak memahaminya dan tidak mendudukkan pada tempatnya. Maka tundalah hingga engkau pulang ke Madinah karena Madinah adalah rumah hijrah dan (rumah) As Sunnah sehingga engkau dapat mengkhususkan ahli fiqh dan tokoh-tokoh masyarakat, lalu kamu katakan apa yang mungkin kamu katakan sehingga ahlul ilmi akan memahami ucapanmu dan menempatkannya pada tempatnya’.” (Riwayat Al-Bukhari. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 163)
Setelah terjadinya usaha pembunuhan terhadap Umar dan Umar pun sudah merasa dekat ajalnya, dia menyerahkan urusan kepemimpinan ini kepada enam orang shahabat. Dan dikatakan kepada beliau: “Berwasiatlah wahai amirul mukminin, berwasiatlah! Tunjuklah khalifah.” Jawabnya: “Saya tidak mendapati orang yang lebih berhak terhadap perkara ini (kekhilafahan) lebih dari orang-orang itu, yang Rasulullah meninggal dalam keadaan ridha terhadap mereka.” Lalu beliau menyebut Ali, Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman. (Shahih, riwayat Al-Bukhari no. 3700, dengan Fathul Bari, 7/59). Umar menyerahkan urusan ini hanya kepada 6 orang shahabat yang memiliki sifat tersebut, padahal saat itu para shahabat berjumlah lebih dari 10 ribu orang. (Madarikun Nazhar, hal. 165)
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al-Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Janganlah dia bermusyawarah jika terjadi suatu masalah kecuali dengan orang yang amanah, berilmu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan riwayat- riwayat dari shahabat dan setelahnya, serta berilmu tentang pendapat-pendapat para ulama, qiyas, dan bahasa Arab.” (Mukhtashar Al-Muzani, dari Madarikun Nazhar, hal. 176)
Ibnu At-Tin menukilkan dari Asyhab, seorang murid dari Al-Imam Malik, bahwa Al-Imam Malik mengatakan: “Semestinya seorang pemimpin menjadikan seseorang yang menerangkan kepadanya tentang keadaan masyarakatnya disaat dia sendirian. Dan hendaknya orang tersebut orang yang bisa dipercaya, amanah, cerdas dan bijaksana.” (Fathul Bari, 13/190)
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: “Hendaknya ahli syuramu adalah orang-orang yang bertakwa dan amanah serta orang-orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Asy-Syihristani mengatakan: “… Akan tetapi wajib bersama penguasa itu (ada) seorang yang pantas berijtihad sehingga dia (penguasa itu- red) dapat bertanya kepadanya dalam permasalahan hukum.” (Al-Milal, 1/160, lihat Madarikun Nazhar, hal. 177)
Ibnu Khuwairiz Mandad mengatakan: “Wajib bagi para pemimpin untuk bermusyawarah dengan para ulama dalam hal-hal yang tidak mereka ketahui dan pada perkara agama yang membuat mereka bingung. Juga bermusyawarah dengan para pemimpin perang pada urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat pada urusan yang berkaitan dengan maslahat masyarakat, dan dengan para menteri dan wakil-wakilnya pada perkara kemaslahatan negeri dan kemakmurannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: ‘Kriteria orang yang diajak musyawarah jika dalam perkara hukum hendaknya seorang ulama dan agamis. Dan jarang yang seperti itu kecuali orang- orang yang berakal. Oleh karenanya Al-Hasan mengatakan: ‘Tidaklah akan sempurna agama seseorang kecuali setelah orang yang bertakwa dan amanah serta orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Al-Mawardi mengatakan ketika menjelaskan orang-orang yang berhak bermusyawarah untuk memilih imam/pemimpin: “…Syarat-syarat yang harus ada pada mereka ada tiga: pertama; keadilan (yakni keshalihan agamanya) dengan berbagai syaratnya. Kedua; ilmu yang dengannya dia dapat mengetahui siapa yang berhak menjadi pemimpin dengan syarat-syarat kepemimpinan. Ketiga; ide yang bagus dan bijak yang dengan itu dia bisa memilih yang paling pantas untuk menjadi pimpinan.” (Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hal.4)
Dari penjelasan para ulama, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa ahli syura adalah para ulama yang benar-benar berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah Nabi serta pendapat-pendapat para ulama dalam berbagai masalah, bertakwa, dan takut kepada Allah, juga memiliki sifat amanah, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, demikian pula memiliki keinginan baik untuk umat secara menyeluruh dan dari kalangan laki-laki bukan wanita.
Jika dibutuhkan musyawarah pada urusan-urasan duniawi maka juga bisa melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu namun tentu tidak lepas dari sifat-sifat dasar diatas. Demikian pula tidak bisa dilepaskan dari para ulama karena merekalah yang dapat mempertimbangkan sisi mashlahat dan mafsadah yang hakiki dan secara syar’i serta sisi halal dan haramnya.
Apakah Ahli Bid’ah Boleh Menjadi Ahli Syura?
Dengan mengetahui sifat-sifat ahli syura, tampak bahwa ahli bid’ah tidak bisa dijadikan sebagai ahli syura karena ahli bid’ah tidak dapat dipercaya agamanya, amanahnya, keinginan baiknya dan juga sifat yang lain tidak terpenuhi padanya. Demikian pula terjadi dalam sejarah beberapa peristiwa yang membuktikannya. Pada masa khilafah ‘Abbasiyyah, tepatnya pada pemerintahan Al-Makmun, yang menjadikan Bisyr Al-Marrisi (seorang tokoh Mu’tazilah) sebagai salah satu penasehatnya, mengakibatkan tersebarnya aqidah Mu’tazilah tentang Al Qur’an yaitu bahwa Al Qur’an bukan Kalamullah sehingga sebagian ulama terbunuh karena itu (tidak mau mengatakan Al Qur’an bukan Kalamullah -red) dan sebagian lagi dipenjara dan disiksa. Demikian pula pada masa Al-Mu’tashim Billah yang menjadikan Al-Wazir Ibnul ‘Alqomi (seorang Syi’ah yang menipu Khalifah) sebagai salah satu penasehatnya, sehingga dia membantu pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasainya. Itu sebagian contoh, dan semua ahlul bid’ah pada dasarnya sama, baik yang berpemikiran mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka, atau berpemikiran Sufi, atau yang lain.
Wallahu a’lam.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura haruslah orang yang amanah karena tidak mungkin seorang yang tidak amanah akan dipercaya.
Dalam firman Allah kepada Nabi-Nya (artinya): “Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159). Ibnu Abbas mengatakan: “Maksudnya dengan Abu Bakr dan ‘Umar.” (Sanadnya shahih diriwayatkan oleh An-Nahhas dalam An-Nasikh wal Mansukh, dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau dan oleh Adz-Dzahabi. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 289).
Demikianlah beliau bermusyawarah dengan Abu Bakr dan Umar dalam masalah tawanan perang Badr dan dalam masalah lainnya. Juga dengan Ali bin Abi Thalib dalam masalah Ifk-yaitu tuduhan zina kepada ‘Aisyah (Shahih Al-Bukhari no. 7369) dan juga shahabat yang lain. Yang jelas, Nabi tidak mengajak musyawarah kepada seluruh para shahabatnya dalam setiap hal. Akan tetapi memilih mereka yang pantas dalam perkara tersebut.
Ahli syura Abu Bakr, Maimun bin Mihran mengatakan: ”Bahwa Abu Bakr jika mendapati sebuah masalah maka beliau melihat kepada Kitabullah. Jika beliau beliau mendapatkan sesuatu yang memutuskan perkara itu, maka beliau putuskan dengannya. Dan jika beliau mengetahuinya dari Sunnah Nabi, maka beliaupun memutuskan dengannya. Bila tidak beliau ketahui, beliau keluar kepada kaum muslimin dan bertanya kepada mereka tentang Sunnah Nabi (pada perkara yang tersebut). Dan bila hal itu tidak mampu (menyelesaikan), maka beliau panggil tokoh-tokoh kaum muslimin dan para ulama mereka lalu beliau bermusyawarah dengan mereka.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Lihat Fathul Bari, 13/342)
Ahli syura ‘Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Para qurra adalah orang-orang majelisnya ‘Umar dan ahli syuranya, baik yang tua maupun yang muda.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7286, lihat Fathul Bari, 13/250). Ibnu Hajar mengatakan: “Al-Qurra maksudnya para ulama yang ahli ibadah.” (Lihat Fathul Bari, 13/258)
Di antara mereka adalah Abdullah bin Abbas sendiri, sebagaimana beliau kisahkan: “Umar memasukkan aku bersama orang-orang tua yang pernah ikut perang Badr, maka seolah-olah sebagian mereka marah dan mengatakan: ‘Mengapa ‘Umar memasukkan pemuda ini bersama kita padahal kita pun punya anak-anak semacam dia’. Maka ‘Umar mengatakan: ‘Hal itu berdasarkan apa yang kalian ketahui (yakni bahwa dia dari keluarga Nabi dan dari sumber ilmu)’.” (HR. Al-Bukhari, 6/28, lihat Bahjatun Nazhirin, 1/195)
Riwayat ini menunjukkan bahwa pada majelis syuranya Umar adalah para shahabat ahli Badr karena mereka lebih utama daripada yang lain. Kemudian ‘Umar mengikutkan Ibnu ‘Abbas bersama mereka karena ilmu beliau bahkan melebihi sebagian shahabat ahli Badr karena beliau didoakan oleh Nabi: “Ya Allah, pahamkan dia tentang agama dan ajari dia takwil.” (Madarikun Nazhar, hal. 162)
Dalam kejadian lain, Ibnu Abbas mengatakan: “Ketika itu, saya berada di tempat singgahnya Abdurrahman bin ‘Auf di Mina dan beliau disisi Umar, dalam sebuah haji yang merupakan akhir hajinya. Abdurrahman mengarahkan pertanyaan kepada saya: ‘(Apa pendapatmu) jika kamu melihat seseorang datang kepada amirul mukminin (Umar bin Al-Khaththab) hari ini lalu ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, apakah anda melakukan sesuatu pada fulan yang mengatakan: ‘Seandainya Umar telah meninggal maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, tidaklah bai’atnya Abu Bakr dahulu kecuali hanya sesaat lalu langsung sempurna.’ Maka (mendengar laporan itu) Umar marah lalu mengatakan: ‘Sungguh saya insya Allah akan berdiri sore ini di hadapan manusia dan akan memperingatkan mereka dari orang-orang itu yang ingin merampas urusan mereka’. Maka Abdurrahman mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin jangan kau lakukan! Karena musim haji ini menampung orang-orang hina (juga), sesungguhnya merekalah yang akan lebih banyak dekat denganmu disaat kamu berdiri di hadapan mereka. Dan saya khawatir jika engkau bangkit dan mengucapkan sebuah ucapan lalu dibawa terbang oleh setiap yang terbang, mereka tidak memahaminya dan tidak mendudukkan pada tempatnya. Maka tundalah hingga engkau pulang ke Madinah karena Madinah adalah rumah hijrah dan (rumah) As Sunnah sehingga engkau dapat mengkhususkan ahli fiqh dan tokoh-tokoh masyarakat, lalu kamu katakan apa yang mungkin kamu katakan sehingga ahlul ilmi akan memahami ucapanmu dan menempatkannya pada tempatnya’.” (Riwayat Al-Bukhari. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 163)
Setelah terjadinya usaha pembunuhan terhadap Umar dan Umar pun sudah merasa dekat ajalnya, dia menyerahkan urusan kepemimpinan ini kepada enam orang shahabat. Dan dikatakan kepada beliau: “Berwasiatlah wahai amirul mukminin, berwasiatlah! Tunjuklah khalifah.” Jawabnya: “Saya tidak mendapati orang yang lebih berhak terhadap perkara ini (kekhilafahan) lebih dari orang-orang itu, yang Rasulullah meninggal dalam keadaan ridha terhadap mereka.” Lalu beliau menyebut Ali, Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman. (Shahih, riwayat Al-Bukhari no. 3700, dengan Fathul Bari, 7/59). Umar menyerahkan urusan ini hanya kepada 6 orang shahabat yang memiliki sifat tersebut, padahal saat itu para shahabat berjumlah lebih dari 10 ribu orang. (Madarikun Nazhar, hal. 165)
Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al-Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Janganlah dia bermusyawarah jika terjadi suatu masalah kecuali dengan orang yang amanah, berilmu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan riwayat- riwayat dari shahabat dan setelahnya, serta berilmu tentang pendapat-pendapat para ulama, qiyas, dan bahasa Arab.” (Mukhtashar Al-Muzani, dari Madarikun Nazhar, hal. 176)
Ibnu At-Tin menukilkan dari Asyhab, seorang murid dari Al-Imam Malik, bahwa Al-Imam Malik mengatakan: “Semestinya seorang pemimpin menjadikan seseorang yang menerangkan kepadanya tentang keadaan masyarakatnya disaat dia sendirian. Dan hendaknya orang tersebut orang yang bisa dipercaya, amanah, cerdas dan bijaksana.” (Fathul Bari, 13/190)
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: “Hendaknya ahli syuramu adalah orang-orang yang bertakwa dan amanah serta orang-orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Asy-Syihristani mengatakan: “… Akan tetapi wajib bersama penguasa itu (ada) seorang yang pantas berijtihad sehingga dia (penguasa itu- red) dapat bertanya kepadanya dalam permasalahan hukum.” (Al-Milal, 1/160, lihat Madarikun Nazhar, hal. 177)
Ibnu Khuwairiz Mandad mengatakan: “Wajib bagi para pemimpin untuk bermusyawarah dengan para ulama dalam hal-hal yang tidak mereka ketahui dan pada perkara agama yang membuat mereka bingung. Juga bermusyawarah dengan para pemimpin perang pada urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat pada urusan yang berkaitan dengan maslahat masyarakat, dan dengan para menteri dan wakil-wakilnya pada perkara kemaslahatan negeri dan kemakmurannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)
Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: ‘Kriteria orang yang diajak musyawarah jika dalam perkara hukum hendaknya seorang ulama dan agamis. Dan jarang yang seperti itu kecuali orang- orang yang berakal. Oleh karenanya Al-Hasan mengatakan: ‘Tidaklah akan sempurna agama seseorang kecuali setelah orang yang bertakwa dan amanah serta orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)
Al-Mawardi mengatakan ketika menjelaskan orang-orang yang berhak bermusyawarah untuk memilih imam/pemimpin: “…Syarat-syarat yang harus ada pada mereka ada tiga: pertama; keadilan (yakni keshalihan agamanya) dengan berbagai syaratnya. Kedua; ilmu yang dengannya dia dapat mengetahui siapa yang berhak menjadi pemimpin dengan syarat-syarat kepemimpinan. Ketiga; ide yang bagus dan bijak yang dengan itu dia bisa memilih yang paling pantas untuk menjadi pimpinan.” (Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hal.4)
Dari penjelasan para ulama, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa ahli syura adalah para ulama yang benar-benar berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah Nabi serta pendapat-pendapat para ulama dalam berbagai masalah, bertakwa, dan takut kepada Allah, juga memiliki sifat amanah, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, demikian pula memiliki keinginan baik untuk umat secara menyeluruh dan dari kalangan laki-laki bukan wanita.
Jika dibutuhkan musyawarah pada urusan-urasan duniawi maka juga bisa melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu namun tentu tidak lepas dari sifat-sifat dasar diatas. Demikian pula tidak bisa dilepaskan dari para ulama karena merekalah yang dapat mempertimbangkan sisi mashlahat dan mafsadah yang hakiki dan secara syar’i serta sisi halal dan haramnya.
Apakah Ahli Bid’ah Boleh Menjadi Ahli Syura?
Dengan mengetahui sifat-sifat ahli syura, tampak bahwa ahli bid’ah tidak bisa dijadikan sebagai ahli syura karena ahli bid’ah tidak dapat dipercaya agamanya, amanahnya, keinginan baiknya dan juga sifat yang lain tidak terpenuhi padanya. Demikian pula terjadi dalam sejarah beberapa peristiwa yang membuktikannya. Pada masa khilafah ‘Abbasiyyah, tepatnya pada pemerintahan Al-Makmun, yang menjadikan Bisyr Al-Marrisi (seorang tokoh Mu’tazilah) sebagai salah satu penasehatnya, mengakibatkan tersebarnya aqidah Mu’tazilah tentang Al Qur’an yaitu bahwa Al Qur’an bukan Kalamullah sehingga sebagian ulama terbunuh karena itu (tidak mau mengatakan Al Qur’an bukan Kalamullah -red) dan sebagian lagi dipenjara dan disiksa. Demikian pula pada masa Al-Mu’tashim Billah yang menjadikan Al-Wazir Ibnul ‘Alqomi (seorang Syi’ah yang menipu Khalifah) sebagai salah satu penasehatnya, sehingga dia membantu pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasainya. Itu sebagian contoh, dan semua ahlul bid’ah pada dasarnya sama, baik yang berpemikiran mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka, atau berpemikiran Sufi, atau yang lain.
Wallahu a’lam.
Langganan:
Postingan (Atom)